Liquid Gas
Energi

HGBT Disetop, Kemenperin Minta Keran Impor Gas Murah

  • Keberlanjutan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang telah berlangsung sejak April 2020 dan akan berakhir pada Desember tahun ini masih terus menjadi polemik yang semakin runyam.

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA -  Keberlanjutan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang telah berlangsung sejak April 2020 dan akan berakhir pada Desember tahun ini masih terus menjadi polemik yang semakin runyam.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Dirjen ILMATE Kemenperin), Taufiek Bawazier menginginkan, kebijakan ini tetap dilanjutkan bahkan diperluas tak hanya menyasar 7 sektor industri saja.

Sedangkan kata Taufiek bila Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, termasuk SKK Migas menyatakan tidak sanggup melanjutkan program ini, ia memiliki opsi lain.

Kemenperin meminta opsi atau plan B untuk dibuka keran impor gas dari negara-negara Teluk dengan harga yang bisa menyentuh US$3 per mmbtu untuk kebutuhan kawasan industri dengan kriteria untuk industri berorientasi ekspor dan subtitusi impor.

“Ini tentunya bisa mencapai enam kali lipat nilai tambah yang didapat dari HGBT gas domestik, sehingga dapat mendukung industri nasional untuk menjadi tangguh dan kuat, serta berdaya saing di tingkat Asean dan global, serta meningkatkan kontribusi sektor industri bagi pertumbuhan perekonomian nasional tetap tumbuh dari kontribusi sektor industri,” ujar Taufiek dilansir Senin, 25 Maret 2024.

Adapun lanjut Taufiek, sesungguhnya terminologi 'dilanjutkan' atau 'tidak dilanjutkan' nya program HGBT ini sangat tendensius, karena sesungguhnya selama Perpres belum dicabut, maka Program HGBT ini tetap harus jalan, dan semua pembantu Presiden wajib untuk mengikuti Peraturan Presiden ini.

Terkait hal ini, Kemenperin selalu terbuka untuk berdiskusi secara komprehensif, mengingat HGBT bukan cost bagi pemerintah, tetapi investasi dalam ekonomi, karena setiap pengeluaran Rp1 untuk diskon gas, pemerintah juga mendapat Rp3 dengan hitungan bukan di awal, tetapi satu tahun berjalan atau di akhir tahun.

Sekadar informasi, mengacu pada Perpres 121 tahun 2020, 7 sektor industri tertentu penerima gas US$6 per mmbtu meliputi kelistrikan, pupuk, petrokimia, keramik, baja, sarung tangan dan oleokimia. Sementara berdasarkan data berdasarkan data pemerintah pada tahun 2022, komponen biaya gas dalam struktur produksi ke 7 industri penerima subsidi sangat bervariasi.

Industri pupuk merupakan yang tertinggi dengan komponen biaya gas mencapai 58,48%. Kemudian kaca 24,84%, keramik 17,87%, oleokimia 8,96% dan petrokimia sekitar 7,72%. Kontribusi biaya gas di industri baja sekitar 7,26% dan yang paling rendah industri sarung tangan sebesar 5,90%.

Saat ini Kementerian ESDM melakukan evaluasi terhadap keberlanjutan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Evaluasi dilakukan menyusul besarnya penerimaan negara yang hilang akibat program harga gas US$6 per mmbtu yang ditujukan kepada 7 industri tertentu ini.

Program harga gas murah untuk industri tertentu ini telah menggerogoti pendapatan negara. Pasalnya berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 121 Tahun 2020 tentang penetapan harga gas bumi tertentu (HGBT), penerimaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tidak boleh berkurang alias kept-whole untuk memasok gas murah kepada industri. Sehingga jika harga gas di hulu diturunkan, maka konsekuensinya penerimaan negara harus dikurangi.