Ilustrasi hilirisasi batu bara.
Energi

Hilirisasi di Indonesia, Melihat Efek dan Tantangannya

  • Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada tahun 2028-2029,. Hilirisasi menjadi salah satu kunci pencapaian target tersebut.

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional. 

Dengan adanya pembentukan Satgas ini pemerintah berharap dapat mempercepat proses hilirisasi di berbagai sektor seperti mineral, batu bara, minyak, gas bumi, pertanian, kehutanan, dan perikanan. 

Melalui hilirisasi  pemerintah berharap dapat meningkatkan nilai tambah dari komoditas tersebut, mendukung terwujudnya ketahanan energi nasional, serta meningkatkan ekonomi dalam negeri.

Memang di masa kedua kepemimpinan Presiden ke-7 Joko Widodo, hilirasasi industri di Indonesia  menjadi fokus utama pemerintah. Sebuah  upaya untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dan mendorong transformasi ekonomi dari negara berkembang menuju negara industri maju.

Langkah berani yang diambil salah satunya diberlakukannya kebijakan larangan ekspor mineral mentah pada tahun 2020. Berbagai langkah strategis juga telah diambil untuk mempercepat proses hilirisasi di berbagai sektor.

Larangan ekspor mineral mentah dilakukan secara bertahap. Misalnya, ekspor bijih nikel mentah dilarang sejak 1 Januari 2020. Sementara itu, ekspor mineral mentah jenis ore bauksit dilarang mulai 10 Juni 2023. 

Pembangunan Smelter dan Fasilitas Pengolahan

Melansir data Danareksa Research Institute, untuk mendukung hilirisasi, pemerintah mendorong pembangunan smelter di berbagai wilayah. Hingga tahun 2022, telah dibangun 26 smelter, dan jumlah ini ditargetkan meningkat menjadi 53 smelter pada tahun 2024. Investasi terbesar tercatat pada komoditas nikel, dengan nilai mencapai Rp136,6 triliun, diikuti oleh tembaga.

Hilirisasi memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian nasional. Sebagai contoh, hilirisasi baja mampu mendorong pertumbuhan industri logam pada kuartal ketiga 2022 sebesar 20,6%. Selain itu, hilirisasi nikel berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar 0,45%.

Efek Hilirisasi 

Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada tahun 2028-2029,. Hilirisasi menjadi  salah satu kunci pencapaian target tersebut. Proyeksi nilai investasi dalam peta jalan hilirisasi Indonesia mencapai US$545,3 miliar, mencakup sektor mineral, perkebunan, kelautan, perikanan, kehutanan, serta minyak dan gas.

Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 2022 usai larangan ekspor bijih nikel pada tahun 2020. Kebijakan tersebut telah mampu meningkatkan ekspor komoditas hilirisasi nikel hingga mencapai US$14,53 miliar pada tahun 2022. Dengan capaian tersebut, total neraca perdagangan produk hulu, antara, dan hilir komoditas nikel tahun 2022 juga mengalami surplus mencapai US$13,76 miliar.

Selain itu, hasil hilirisasi nikel tersebut juga menjadi raw material dalam produksi baterai Electric Vehicle (EV) dengan nilai tambah dalam negeri mencapai 470 hingga 780 kali. Hingga saat ini, terdapat beberapa investasi seperti konsorsium Indonesia Battery Company bersama Hyundai dan LG dengan total investasi sekitar US$9.8 miliar yang mencakup produksi baterai listrik dari hulu hingga hilir.

Selanjutnya, kondisi surplus tersebut tidak hanya menyasar komoditas nikel saja melainkan juga sejumlah komoditas lainnya. Pada tahun 2022, neraca perdagangan komoditas bauksit mengalami surplus mencapai US$622 juta dan komoditas alumina juga memiliki surplus hingga US$600 juta.

Tantangan dan Strategi Ke Depan

Proses hilirisasi di Indonesia masih menghadapi tantangan, seperti keterbatasan infrastruktur dan kebutuhan investasi besar dalam teknologi pengolahan. Jika dilihat dari sumber daya manusia setiap tahunnya dibutuhkan 16.000 tenaga kerja untuk sektor manufaktur termasuk proses hilirisasi.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah menyiapkan strategi komprehensif, termasuk pemberian insentif fiskal dan non-fiskal, kemudahan perizinan, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui program pelatihan dan pendidikan vokasi.

Dengan berbagai upaya tersebut, Indonesia bertekad menjadi pemain kunci dalam industri hilirisasi berbasis komoditas di tingkat global, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat fondasi industri nasional.