Menteri Investasi Kepala Badan Kordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia Doorstop
Nasional

Hilirisasi Nikel 'Digas', Bahlil: Harus Capai 80 Persen

  • Sejak larangan ekspor bijih nikel pada 2020 lalu dilakukan, hilirisasi nikel semakin serius digenjot di Indonesia. Namun nyatanya hilirisasi nikel masih menemukan beberapa kendala.
Nasional
Debrinata Rizky

Debrinata Rizky

Author

JAKARTA - Sejak larangan ekspor bijih nikel pada 2020 lalu dilakukan, hilirisasi nikel semakin serius digenjot di Indonesia. Namun nyatanya hilirisasi nikel masih menemukan beberapa kendala.

Menteri Investasi/Kepala Badan Kordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memaparkan tantangannya dalam menambah nilai dari hilirisasi nikel di mana banyak yang baru mencapai 40%. 

Kementerian Investasi terus mendorong agar nilai tambah hilirisasi nikel dapat terus meningkat, setidaknya naik menjadi 80%.

"Produk (hilirisasi nikel) akhirnya harus sudah sampai 70%, sampai 80%,"katanya saat Konferensi Pers Investasi Penggerak Pertumbuhan Ekonomi di Kantornya pada Kamis,16 Februari 2023.

Tak hanya itu Bahlil juga turut mendorong penggunaan energi berbasis hijau untuk proyek smelter nikel, bukan lagi berbasis pada batu bara. Menurut Kepala BKPM ini tren dunia saat ini mengarah pada transisi energi atau produk berbasis pada energi hijau.

Maka saat proyek smelter di dalam negeri berbasis pada energi hijau, nantinya produk akhir dari smelter RI ini mampu bersaing dan menjadi primadona dunia.

"Kita sekarang itu kan membangun sebagian kan baru 40% nilai tambahnya, mulai kita dorong, tetap tidak kita batasi (smelter nikel). Tetap kita bangun (smelter nikel) tapi memanfaatkan energi terbarukan," tambah Bahlil.

Tak hanya Bahlil, sebelumnya Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) berkali-kali menegaskan pentingnya hilirisasi tambang untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Adapun salah satu pendorong berkembangnya industri hilir tambang, salah satunya nikel.

Kepala Negara ini menyebut, dari yang sebelumnya nilai tambah RI hanya berkisar Rp17 triliun per tahun, namun setelah hilirisasi, nilai tambah meningkat menjadi Rp360-an triliun pada tahun 2021.

Sedangkan pada 2022 nilai tambah dari komoditas nikel semakin meningkat menjadi sebesar US$ 33 miliar atau sekitar Rp514 triliun. Dan pada 2023 diharapkan nilai tambah dari industri nikel diperkirakan hingga US$38 miliar atau Rp577,7 triliun (kurs Rp15.200 per dolar AS).