Gedung Bank Rakyat Indonesia (BRI) di Kwasan Sudirman, Jakarta. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Industri

Himbara Restrukturisasi Kredit Bermasalah Rp403 Triliun, BRI Terbesar

  • Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) telah merestrukturisasi kredit 3,3 juta debitur dengan nilai Rp403,99 triliun pada Juli 2021.
Industri
Laila Ramdhini

Laila Ramdhini

Author

JAKARTA - Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) telah merestrukturisasi kredit 3,3 juta debitur dengan nilai Rp403,99 triliun pada Juli 2021.

Ketua Himbara sekaligus Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mengatakan sebesar 64,53% dari total debitur tersebut merupakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

“Yang paling besar restrukturisasi kredit adalah BRI karena memang yang banyak terdampak COVID-19 merupakan UMKM,” kata Sunarso, dalam diskusi daring, Selasa, 7 September 2021.

Hingga Juli 2021, BRI merestrukturisasi kredit 2,4 juta debitur dengan outstanding Rp173,77 triliun dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk merestrukturisasi kredit 425.470 debitur dengan outstanding Rp92,55 triliun.

Sementara, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbkmerestrukturisasi kredit 77.420 debitur dengan outstanding Rp80,96 triliun, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk merestrukturisasi kredit 332.800 debitur dengan outstanding Rp56,69 triliun.

Untuk BRI, menurut Sunarso, akumulasi kredit yang direstrukturisasi sebetulnya mencapai Rp234 triliun, tetapi sudah berkurang Rp60,3 triliun. Sebanyak 76% atau Rp45,69 triliun dari penurunan outstanding restrukturisasi tersebut didapat dari pembayaran kredit yang sesuai dengan ketentuan restrukturisasi.

Sementara itu, sebanyak Rp12,4 triliun telah lepas dari restrukturisasi. Sisanya, sebesar Rp2,19 triliun telah lepas buku karena tidak lagi bisa diselamatkan.

Di tengah restrukturisasi kredit, Sunarso mengingatkan agar perbankan tidak terlalu mengutamakan untuk membukukan laba. Saat ini, penting bagi perbankan untuk juga melakukan pencadangan guna menutupi Loan at Risk (LAR) yang berpotensi menjadi Non Performing Loan (NPL).

“Kami masih cadangkan untuk LAR sampai 40 persen dari LAR untuk amannya. Itu dimaksudkan sebagai celengan agar tidak mengganggu sistem perbankan secara keseluruhan,” kata Sunarso.