Hindari Kemungkinan Sanksi Masa Depan, China Kurangi Surat Utang dalam Dolar
Dunia

Hindari Kemungkinan Sanksi Masa Depan, China Kurangi Surat Utang dalam Dolar

  • China dilaporkan terus memangkas kepemilikannya atas surat utang dari pemerintah AS tahun ini.

Dunia

Rizky C. Septania

WASHINGTON - China dilaporkan terus memangkas kepemilikannya atas surat utang dari pemerintah AS tahun ini.  China juga terpantau memindahkan beberapa obligasi ke negara lain di mana mereka dapat dilindungi dari sanksi di masa depan.

Mengutip Insider pada Jumat, 23 September 2022,  Data Departemen Keuangan pekan lalu menunjukkan bahwa kepemilikan Beijing atas obligasi Treasury AS mencapai US$970 miliar pada Juli atau kisaran Rp14,48 kuadriliun (asumsi kurs Rp15.000 per dolar AS). Angka ini naik dari US$967.8 miliar  atau kisaran Rp14,44 kuadriliun pada bulan Juni. Meski begitu, secara keseluruhan simpanan Treasurys China  di AS menunjukkan penurunan 9% tahun ini.  

Di sisi lain, kepemilikan Treasury China yang terletak di wilayah surga pajak seperti Kepulauan Cayman dan Bermuda masing-masing melonjak US$38,5 miliar atau Rp574,6 triliun dan US$7 miliar atau Rp104,4 triliun.

Perlu diketahui, kebijakan China memindahkan surat utang  ke luar negeri dapat melindungi aset berdenominasi dolar China dari potensi sanksi di masa depan. Risiko ini kurang lebih sama seperti jenis sanksi yang membekukan cadangan mata uang asing Rusia di luar negeri.

Sekadar informasi, setelah Rusia menginvasi Ukraina awal tahun ini, lebih dari US$300 miliar atau Rp4,4 kuadriliun aset Rusia yang disimpan di negara-negara yang terkena sanksi dibekukan.

Melansir laporan Nikkei, China pun merasakan hal serupa. Terlebih ketika pemerintah China berupaya melakukan penyatuan kembali dengan Taiwan secara paksa. Cadangan uang China di luar negeri  sebesar US$3 triliun atau kisaran Tp44,7 kuadriliun bisa terancam.

Meaki kepemilikan Treasury melayang lebih rendah, impor emas China tercatat terjadi  lebih dari dua kali lipat pada Agustus tahun ke tahun menjadi US$10,36 miliar Rp154,3 triliun .