Hindari Krisis Pangan, Indonesia Butuh Kolaborasi Antarnegara
JAKARTA – Efek domino pandemi COVID-19 tidak hanya berakibat pada krisis kesehatan dan ekonomi, tapi juga ancaman krisis pangan. Namun, perdagangan antarnegara ditenggarai dapat menjadi solusi ketahanan pangan nasional. Terlebih, Global Hunger Index 2019 menyebut Indonesia masih berada di level ‘serius’ dalam hal pengentasan kelaparan. Isu ketahanan pangan menjadi sangat krusial terutama pada kelompok berpenghasilan […]
Nasional
JAKARTA – Efek domino pandemi COVID-19 tidak hanya berakibat pada krisis kesehatan dan ekonomi, tapi juga ancaman krisis pangan. Namun, perdagangan antarnegara ditenggarai dapat menjadi solusi ketahanan pangan nasional.
Terlebih, Global Hunger Index 2019 menyebut Indonesia masih berada di level ‘serius’ dalam hal pengentasan kelaparan. Isu ketahanan pangan menjadi sangat krusial terutama pada kelompok berpenghasilan rendah yang 60% pendapatannya untuk makanan.
“Negara-negara, termasuk Indonesia, memiliki dua pilihan terkait upaya memastikan ketahanan pangannya, yaitu menurunkan atau mempertahankan / meningkatkan hambatan perdagangan mereka,” kata Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta pada media, Rabu, 15 Juli 2020.
Merujuk data World Trade Organization (WTO), perdagangan internasional menyusut 13 – 32%. United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) juga memperkirakan aliran investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) juga akan turun hingga 30 – 40% pada tahun 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Dari prediksi tersebut, dampaknya ke sektor pangan dan pertanian sangat berpengaruh pada ketahanan pangan nasional. Sebab, saat ini tengah terjadi pelambatan produksi, pembatasan akses transportasi dan logistik akibat adanya pembatasan saluran distribusi di sejumlah negara.
Kolaborasi Antarnegara
Untuk terbebas dari ancaman krisis pangan, negara pengekspor harus mempertahankan ekspor komoditasnya dan negara pengimpor harus bekerja sama mempermudah arus perdagangan. Pada saat yang sama, Indonesia perlu melakukan importasi sejumlah komoditas untuk menjaga kestabilan harga di pasar.
“Contohnya, impor gula, bawang putih, dan bawang bombay Indonesia telah tertunda karena kebijakan pembatasan impor dan telah menyebabkan harga melonjak,” tambah Felippa.
Riset CIPS menunjukkan bahwa proses impor beras yang cepat dapat membantu Bulog menghemat lebih dari Rp330 miliar antara tahun 2010 dan 2017.
Dengan volatilitas pasar pangan global dan dengan melemahnya nilai tukar rupiah menjadi sekitar Rp16.000 per US$, keterlambatan pemrosesan impor dapat membebani pemerintah dengan biaya yang signifikan.
“Padahal, biaya ini dapat dialokasikan untuk peralatan medis dan peralatan pengujian COVID-19 yang memiliki urgensi lebih besar saat ini.”
Menurunkan hambatan perdagangan dinilai dapat membantu Indonesia mendiversifikasi negara tujuan impor untuk melakukan perlindungan nilai atas risiko perdagangannya jika negara lain memutuskan untuk menutup ekspor mereka.
Untuk ini, Indonesia membutuhkan kerjasama global walau diikuti adanya risiko berhubungan dengan negara lain yang juga berjuang untuk mengurangi pandemi di negara mereka sendiri.