<p>Suasana kios pedagang di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Selasa, 6 Oktober 2020. Jika pandemi tak bisa dikendalikan yang salah satunya dilihat dari indikator positive rate di bawah 5%, masyarakat, khususnya kelas menengah akan enggan membelanjakan uangnya, karena khawatir terinfeksi. Inilah yang menjadi penyebab, meski reaktivasi ekonomi sudah dilakukan pada Juni 2020 lalu, tetapi kinerja daya beli tetap melorot. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Hingga September 2020, BNI Restrukturisasi Kredit Rp122 Triliun

  • JAKARTA – Hingga akhir September 2020, total restrukturisasi kredit PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI mencapai Rp122 triliun atau 22,2% dari total pinjaman kepada 17.591 debitur. Manajemen perseroan mengatakan, mayoritas debitur yang menerima restrukturisasi kredit adalah sektor perdagangan, restoran, hotel, sektor jasa lainnya, dan manufaktur. Selain itu, penyaluran kredit yang berasal dari penempatan […]

Industri

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Hingga akhir September 2020, total restrukturisasi kredit PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI mencapai Rp122 triliun atau 22,2% dari total pinjaman kepada 17.591 debitur.

Manajemen perseroan mengatakan, mayoritas debitur yang menerima restrukturisasi kredit adalah sektor perdagangan, restoran, hotel, sektor jasa lainnya, dan manufaktur.

Selain itu, penyaluran kredit yang berasal dari penempatan dana pemerintah mencapai Rp21,1 triliun per 20 Oktober 2020. Adapun 70% di antaranya disalurkan kepada segmen kecil melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Seperti diketahui, BNI menjadi salah satu bank yang dipilih oleh pemerintah untuk menyalurkan kredit dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Pada tahap pertama dana yang diberikan sebesar Rp5 triliun.

Kemudian tahap kedua tanggal 24 September 2020, tambahan penempatan dana diberikan sebesar Rp2,5 triliun dengan tujuan menambah daya ungkit perseroan hingga tiga kali lipat.

“BNI mendukung upaya pemerintah dalam program PEN melalui optimalisasi penempatan dalam bentuk penyaluran pinjaman modal kerja berorientasi ekspor, padat karya, dan ketahanan pangan,” tulis perseroan.

Hingga akhir September 2020, penyaluran KUR BNI mencapai Rp15,05 triliun kepada 170.569 debitur. Berbagai sektor penerimanya antara lain, sektor pertanian sebesar Rp3,95 triliun, sektor perdagangan Rp7,37 triliun, sektor jasa usaha Rp2,44 triliun, dan sektor industri pengolahan Rp1,08 triliun.                       

Sebagai informasi, pada kuartal III 2020 BNI mencatat laba perseroan sebesar Rp4,32 triliun, anklok 63,9% yoy dibandingkan dengan Rp11,2 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, pendapatan bunga bersih BNI juga tumbuh negatif 0,8% yoy. Meskipun demikian, manajemen mengungkapkan hal ini dapat diimbangi oleh penurunan beban bunga sebesar 8% yoy sehingga NIM pada periode ini tercatat 4,3%.

Selanjutnya, dari sisi pendapatan non bunga (fee based income), BNI mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,2% yoy, membaik dibandingkan kuartal kedua yang lalu yang tumbuh 3,2%.

Aset BNI dikatakan tumbuh 12,5% yoy, terutama dikontribusi oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh sebesar 21,4% yoy dari Rp580,9 triliun pada kuartal III 2019, menjadi Rp705,1 triliun pada kuartal III 2020.

Manajemen mengungkapkan, upaya menghimpun DPK dilakukan dengan menjadikan dana murah (CASA) sebagai prioritas utama agar dapat menekan cost of fund.

Saat ini, CASA BNI berada pada level 65,4% dengan cost of fund 2,86%, atau membaik 30 basis poin (bps) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 3,24%.

DPK tersebut menopang penyaluran kredit BNI yang tumbuh 4,2% yoy, dari Rp558,7 triliun pada kuartal III 2019 menjadi Rp582,4 triliun pada kuartal III tahun 2020.