HSBC Perkirakan Aset Berisiko Tetap Menjanjikan pada 2025
- Menurut HSBC GPB, saham diprediksi akan memberikan kinerja yang lebih unggul dibandingkan obligasi, sementara obligasi diperkirakan lebih menguntungkan daripada menyimpan uang tunai.
Perbankan
JAKARTA - HSBC Global Private Banking (HSBC GPB) memproyeksikan bahwa aset berisiko akan terus memberikan peluang menarik sepanjang paruh pertama tahun 2025. Hal ini didukung oleh prospek ekonomi global yang stabil, peningkatan pendapatan perusahaan, serta pemangkasan suku bunga bank sentral di berbagai negara.
Menurut HSBC GPB, saham diprediksi akan memberikan kinerja yang lebih unggul dibandingkan obligasi, sementara obligasi diperkirakan lebih menguntungkan daripada menyimpan uang tunai.
Pertumbuhan ekonomi di Asia, kecuali Jepang, diproyeksikan mencapai 4,4% pada 2025, jauh di atas rata-rata global sebesar 2,7%. Pertumbuhan ini akan ditopang oleh kekuatan domestik di India dan negara-negara ASEAN, serta dampak positif dari stimulus kebijakan di Cina.
- Arah Saham Bukalapak (BUKA) Usai Tutup Bisnis Marketplace
- 8 Evaluasi Makanan Bergizi Gratis: Sayur Basi hingga Pakai Uang Pribadi
- Fintech, Paylater, atau Kredit Bank: Siapa yang Memimpin Pasar Pembiayaan?
Pandangan Strategis terhadap Saham dan Obligasi
HSBC GPB memberikan pandangan overweight terhadap saham global karena potensi pengembaliannya yang menarik. Sementara itu, obligasi global mendapatkan pandangan netral, namun HSBC GPB tetap menggunakan pendekatan taktis untuk memilih obligasi yang dapat memberikan keuntungan optimal.
Untuk mengurangi dampak risiko geopolitik dan ketidakpastian perdagangan global, HSBC GPB menyarankan overweight pada investasi hedge fund dan emas. Instrumen ini dinilai efektif sebagai langkah diversifikasi portofolio dan perlindungan dari risiko ekstrem.
Fokus pada Saham Amerika Serikat dan Global
Menurut Fan Cheuk Wan, Chief Investment Officer, Asia, Global Private Banking and Wealth HSBC, diversifikasi portofolio terbukti memberikan keuntungan lebih baik dibandingkan hanya menyimpan dana tunai sepanjang 2024. Tren ini diyakini akan terus berlangsung pada 2025.
Ia juga menyoroti bahwa meskipun kebijakan domestik Amerika Serikat menghadirkan ketidakpastian, kebijakan pemotongan pajak dan deregulasi diperkirakan akan mendukung aset berisiko di negara tersebut. Dengan demikian, HSBC GPB memberikan overweight pada saham Amerika Serikat, serta saham di Inggris, Jepang, India, dan Singapura karena peluang pertumbuhan yang menarik.
Pendekatan Aktif pada Obligasi dan Strategi Diversifikasi
Fan menjelaskan bahwa kondisi pasar yang cenderung risk-on membuat obligasi safe-haven kurang diminati. Meski demikian, strategi investasi obligasi aktif tetap relevan mengingat kemungkinan fluktuasi suku bunga yang tinggi.
Di sisi lain, risiko geopolitik yang meningkat memperkuat pandangan overweight terhadap emas dan hedge fund sebagai investasi lindung nilai. HSBC GPB juga merekomendasikan alokasi strategis ke pasar privat, yang dinilai memiliki potensi imbal hasil tinggi di tengah kondisi pasar yang dinamis.
"HSBC GPB memperkirakan bahwa risiko geopolitik dan ketidakpastian perdagangan akan meningkatkan permintaan terhadap investasi lindung nilai terhadap risiko ekstrem dan untuk diversifikasi portofolio, sehingga mendukung overweight kami terhadap emas dan hedge funds, serta alokasi strategis pada pasar privat,” kata Fan melalui hasil riset HSBC yang diterima TrenAsia, Kamis, 9 Januari 2025.
Perubahan Suku Bunga dan Dampaknya pada Pasar
HSBC GPB memperkirakan sebagian besar bank sentral di dunia, kecuali Bank Sentral Jepang, akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat. Federal Reserve Amerika Serikat (The Fed) diprediksi menurunkan suku bunga acuan secara bertahap sebesar 25 basis poin pada Maret, Juni, dan September 2025, sehingga suku bunga acuan berada di kisaran 3,50% hingga 3,75% pada akhir kuartal ketiga.
Prospek Ekonomi Indonesia di Tahun 2025
Dukungan Kebijakan Pemerintah dan Pertumbuhan Infrastruktur
Ekonomi Indonesia diperkirakan mendapat keuntungan dari kombinasi pembangunan infrastruktur, diversifikasi ekspor, dan konsumsi domestik yang tetap kuat. Kebijakan pemerintah yang berkelanjutan menjadi salah satu pilar penting dalam menjaga stabilitas ekonomi.
Investasi signifikan di sektor infrastruktur dan peningkatan permintaan domestik diperkirakan akan menjadi motor penggerak ekonomi nasional. Purchasing Manager Index (PMI) menunjukkan tanda-tanda pemulihan aktivitas manufaktur, yang memberikan sinyal positif untuk pertumbuhan ekonomi.
Inflasi Terkendali dan Stabilitas Fiskal
Inflasi Indonesia diproyeksikan tetap di bawah target tengah Bank Indonesia sebesar 2,5%, memberikan ruang bagi stabilitas ekonomi. Selain itu, defisit fiskal diperkirakan tetap di bawah 3% dari PDB, memungkinkan pemerintah melanjutkan belanja infrastruktur dan kesejahteraan sosial.
- Perankan Transgender di Squid Game 2, Ini Rekomendasi Drama Park Sung-Hoon
- LK21 dan LokLok Ilegal, Berikut 5 Aplikasi Nonton Film dan Drama Lengkap dan Aman
- Selain Squid Game 2, Ini 10 Film dan Drama yang Dibintangi Im Siwan
Daya Saing Rupiah di Tengah Kekuatan Dolar AS
Meskipun Rupiah akan menghadapi tekanan dari penguatan Dolar AS, HSBC GPB optimis dengan daya tarik imbal hasilnya. Nilai tukar USD-IDR diprediksi mencapai Rp16.300 pada akhir tahun 2025.
Bank Indonesia juga diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuan tiga kali pada 2025, yaitu 35 basis poin di kuartal pertama dan 50 basis poin di kuartal kedua. Dengan demikian, suku bunga acuan akan turun menjadi 5,25% pada Juni 2025. Kebijakan ini mendukung rekomendasi investasi pada obligasi Rupiah dan obligasi berkualitas tinggi yang diterbitkan oleh BUMN.
HSBC GPB menekankan pentingnya portofolio yang terdiversifikasi untuk menghadapi dinamika pasar global di 2025. Dengan optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi Asia dan Indonesia, serta pendekatan aktif pada aset berisiko, investor dapat memanfaatkan peluang yang ada sambil meminimalkan risiko dari ketidakpastian global.