Karyawan beraktivitas di dekat layar monitor pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Rabu, 6 April 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Bursa Saham

HSBC Pukul Rating Saham Indonesia, Soroti Suku Bunga dan Pelemahan Rupiah

  • HSBC menilai IHSG terbebani oleh suku bunga tinggi dan pelemahan nilai tukar rupiah. Namun, secara historis di masa transisi pemerintahan 2014 dan 2024, IHSG dan nilai tukar rupiah juga amblas.
Bursa Saham
Alvin Pasza Bagaskara

Alvin Pasza Bagaskara

Author

JAKARTA – HSBC Holdings Plc memangkas ranking saham-saham Indonesia menjadi netral dari sebelumnya overweight. Lembaga keuangan asal Inggris ini menilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terbebani oleh suku bunga tinggi dan pelemahan nilai tukar rupiah. 

Pada perdagangan berjalan hari ini Kamis, 27 Juni 2024, pukul 10:30 WIB, sehari setelah HSBC menurunkan rating saham, IHSG terpantau menguat 0,63% ke level 6.984. Akan tetapi, dalam tiga bulan terakhir indeks composite masih tertekan 5,23%. 

“Pendapatan terpukul oleh suku bunga tinggi dan nilai tukar yang lemah. Lalu, ada ketidakpastian seputar kebijakan pemerintah di tengah potensi perubahan kabinet dalam waktu dekat,” tulis HSBC yang tayang di Bloomberg pada Selasa, 26 Juni 2024.

Selain menyoroti suku bunga dan transisi pemerintahan, HSBC juga mencatat bahwa IHSG telah turun lebih dari 7% dari level tertingginya di level 7.435 pada 13 Maret 2024. Penurunan IHSG ini dapat dikaitkan dengan dana asing atau net sell mencapai Rp17,97 triliun pada periode tersebut.  

Sebelumnya, Morgan Stanley punya kecemasan senada. Tapi, Morgan Stanley lebih menyorot soal kebijakan fiskal Indonesia ke depan. Salah satu yang jadi sorotan adalah program makan siang dan susu gratis yang dijanjikan presiden terpilih Prabowo Subianto dianggap berpotensi membebani keuangan negara secara signifikan. 

Di sisi lain, prospek pendapatan perusahaan-perusahaan di Indonesia juga memburuk "Kami melihat ketidakpastian dalam arah kebijakan fiskal Indonesia di masa mendatang, serta pelemahan nilai tukar rupiah di tengah tingginya suku bunga AS dan prospek dolar AS yang kuat," ungkap para ahli strategi Morgan Stanley, termasuk Daniel Blake, dalam catatan tertanggal 10 Juni lalu.

Perubahan rekomendasi Morgan Stanley terjadi saat indeks dolar AS mulai menguat menjelang keputusan suku bunga pada 12 Juni lalu. Sementara itu, pada penutupan perdagangan Selasa, 26 Juni 2024, rupiah berbalik arah ke zona merah setelah dua hari berturut-turut menguat.

Rupiah Kembali Melemah

Berdasarkan data dari Refinitiv, kemarin pukul 15:00 WIB, rupiah ditutup melemah 0,18% ke level Rp16.413 per dolar AS. Nah, nilai tersebut mendekati level terendah sejak krisis moneter atau Krismon 1998, yang kala itu rupiah jatuh ke level Rp16.650 per dolar AS. 

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menyatakan bahwa pelemahan rupiah pada perdagangan kemarin dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Salah satu faktor eksternal adalah pasar yang menunggu data inflasi indeks harga PCE yang akan dirilis pekan ini.

“Data tersebut, yang akan dirilis pada hari Jumat, merupakan ukuran inflasi pilihan Federal Reserve, dan kemungkinan akan menjadi faktor dalam prospek bank sentral mengenai suku bunga,” jelas Ibrahim dalam riset tertanggal 26 Juni 2024. 

Dari faktor internal, kata Ibrahim, di tengah kekhawatiran masyarakat terhadap fluktuasi kurs rupiah dan kondisi ekonomi global yang tidak menentu, maka pemerintah masih optimis bahwa kondisi fundamental makroekonomi Indonesia masih berada dalam kondisi baik-baik saja.

“Saat ini tantangan utama pemerintah adalah bagaimana Indonesia bisa waspada dan mengantisipasi agar dampak negatif dari kondisi global tidak masuk ke dalam negeri dan pentingnya kerja sama antarpihak termasuk Bank Indonesia, pemerintah, dan sektor swasta,” tambah Ibrahim. 

Skenario BI Dipertanyakan

Sementara itu, anggota Komisi XI DPR dari PDI Perjuangan Eriko Sotarduga mengaku heran dengan tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang terjadi belakangan ini. Menurut dia situasi  ini tidak bisa dianggap biasa-biasa saja.

"Ke depan evaluasi harus lebih sering, kalau jaman Covid-19 kita rapat dengan Bank Indonesia (BI) seminggu sekali, mungkin ke depan bisa sebulan sekali, ini tidak bisa dianggap biasa-biasa saja," katanya saat rapat dengan jajaran Bank Indonesia, Senin, 24 Juni 2024. 

Eriko lantas menyarankan kepada BI untuk mempersiapkan skenario jika rupiah mampu melewati rekor tertinggi sejak Krismon 1998. “Gimana kalau sampai Rp17 ribu, sampai Rp18 ribu, atau Rp20 ribu, itu skenario ada yang harus dilakukan,” jelasnya.

Menyikapi itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo meyakini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan stabil. Hal ini didukung sejumlah indikator ekonomi Indonesia yang relatif baik dibandingkan negara-negara lain. 

Menurutnya, kondisi tersebut akan mendukung aliran modal masuk asing dan menariknya imbal hasil. "Ke depan kami memperkirakan bahwa nilai tukar rupiah bergerak stabil sesuai dengan komitmen Bank Indonesia (BI) untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah," jelasnya di dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Senin 24 Juni 2024.

Sebagai informasi, sepanjang periode Oktober 2023 hingga Juni tahun ini, BI telah menaikkan suku bunga acuannya, BI Rate, sebesar 50 basis poin ke level 6,25%. Kenaikan suku bunga ini bertujuan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak memburuknya risiko global.

Tak Cuma Dialami Prabowo

Berkaitan dengan transisi pemerintahan, secara historis, dalam tiga bulan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dan 2024, terpantau IHSG dan nilai tukar rupiah cenderung mengalami penurunan di periode transisi tersebut. 

TrenAsia mencatat tiga bulan setelah penetapan KPU atas kemenangan Prabowo, pada 20 Juni 2024 dibandingkan hari penetapan KPU pada 20 Maret 2024, IHSG ambruk 6,98% dari level 7221,13 dan rupiah jatuh 4,35% dari level Rp15.170 per dolar AS.. 

Sementara itu, tiga bulan setelah penetapan KPU atas kemenangan Jokowi pada 22 Oktober 2014, IHSG melemah 0,18% dari level 5083,52 dan rupiah terpuruk 3,49% dari level Rp11.590 per dolar AS.

Asal tahu saja, sebelum pelantikan Jokowi, faktor-faktor seperti normalisasi kebijakan suku bunga AS, membesarnya defisit transaksi berjalan, perlambatan ekonomi Tiongkok, serta sikap wait and see investor terhadap susunan kabinet baru, menjadi beban bagi IHSG dan nilai tukar rupiah.

Sementara itu, pelemahan terbaru IHSG dan nilai tukar rupiah dipicu oleh ketidakpastian kebijakan suku bunga AS dan kekhawatiran investor terhadap kebijakan fiskal pemerintahan Prabowo.

Namun demikian, perubahan dalam pergerakan IHSG dan nilai tukar rupiah setelah pilpres dan penetapan KPU menjelang pelantikan menunjukkan bahwa sentimen pilpres bersifat tidak permanen. Berbagai faktor, baik eksternal maupun internal, mempengaruhi IHSG dan rupiah.