IATA Kantongi Kontrak Baru Rp1,61 Triliun, Hary Tanoesoedibjo: Batu Bara Bakal Jadi Bisnis Utama Grup MNC
- PT MNC Energy Investments Tbk (IATA), melalui anak perusahaannya yang bergerak di bidang batu bara, PT Bhakti Coal Resources (BCR) menandatangani Perjanjian Jual Beli dengan tiga pihak pembeli yaitu SAII Resources Pte Ltd, Visa Resources Pte Ltd, dan CPTL Pte Ltd
Industri
JAKARTA – PT MNC Energy Investments Tbk (IATA), melalui anak perusahaannya yang bergerak di bidang batu bara, PT Bhakti Coal Resources (BCR) menandatangani Perjanjian Jual Beli dengan tiga pihak pembeli yaitu SAII Resources Pte Ltd, Visa Resources Pte Ltd, dan CPTL Pte Ltd.
Dari ketiga kontrak ini, perseroan akan memperoleh tambahan pendapatan sebesar US$108,42 juta atau setara Rp1,61 triliun (kurs Rp14.977 per dolar Amerika Serikat).
Selain itu, CPTL Pte Ltd juga akan berinvestasi dalam pembangunan jalan angkut dan konveyor pelabuhan PT Bhumi Sriwijaya Perdana Coal (BSPC), salah satu anak perusahaan BCR, untuk mendorong efisiensi produksi dan transportasi, dengan perkiraan investasi senilai US$10 juta.
- Soal BLT Rp600 Ribu, Wakil Wali Kota Bogor: Ada 43.353 Warga yang Dapat
- Komitmen Bangun Bisnis Berkelanjutan, Ini Sederet Implementasi dan Penghargaan ESG Bank BNI
- Hingga Agustus 2022, Pupuk Indonesia Catat Produksi Sebanyak 8,02 Juta Ton
- Inilah10 Danau Terdalam di Dunia
“Saya khusus hadir untuk menunjukkan keseriusan dan komitmen bahwa industri Coal akan menjadi salah satu industri utama dari MNC Group,” kata Executive Chairman MNC Group, Hary Tanoesoedibjo dalam keterbukaan informasi, Senin 19 September 2022.
Menurut Hary, prospek batu bara luar biasa karena mencapai harga paling tinggi. Produksi batu bara Indonesia termasuk tertiggi sehingga menjadi pemasukan tinggi untuk APBN.
“Tahun depan rencana produksi ditingkatkan, karena cadangan IATA sangat besar.”
Sebagai informasi, menurut Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI), PT Arthaco Prima Energy (APE), salah satu Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang baru saja diakuisisi oleh IATA, menemukan tambahan cadangan 52,1 juta metrik ton (MT) dengan GAR 2.500 – 3.250 kg/kkal.
Cadangan ini ditemukan pada program pengeboran APE Tahap 1, 2, dan 3 pada area seluas 1.720 hektare.
Dengan demikian, total cadangan IATA meningkat menjadi 253,42 juta MT dari sebelumnya 201,32 juta MT. Arthaco Prima Energy diharapkan menghasilkan net present value (NPV) sebesar US$ 452,3 juta, dengan internal rate of return (IRR) 60,3%, Break-Even Point (BEP) 6,92 juta MT, dan Payback period 1,98 tahun.
Arthaco Prima Energy mengoperasikan IUP yang ditargetkan mulai berproduksi tahun ini dan menempati lahan seluas 15.000 Ha di Musi Banyuasin, Sumatra Selatan.
Lokasi penambangan Arthaco Prima Energy hanya berjarak 12,5 km dari sungai dan sekitar 108 km ke area transshipment di pelabuhan Tanjung Buyut.
Adapun kegiatan pengeboran masih dilakukan secara bertahap dan cadangan terbukti akan terus bertambah jika hasil eksplorasi menunjukkan temuan batu bara baru. IATA memperkirakan cadangan batu bara untuk semua IUP setidaknya 600 juta MT.