ICW antikorupsi.org.id.jpeg
Nasional

ICW Minta KPK Tinjau Putusan MA yang Vonis Bebas Samin Tan

  • Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti putusan dari Majelis Hakim Mahkamah Agung yang membebaskan bos PT Borneo Lumbung Energi & Metal atau PT BLEM, Samin Tan dari vonis karena dianggap tidak terbukti memberikan Gratifikasi kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih.
Nasional
Nadia Amila

Nadia Amila

Author

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung yang membebaskan bos PT Borneo Lumbung Energi & Metal atau PT BLEM, Samin Tan dari vonis karena dianggap tidak terbukti memberikan Gratifikasi kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih.

Samin Tan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) SEJAK Mei 2020, hingga akhirnya ditangkap oleh KPK pada 5 April 202. Namun, pada 9 Juni 2022 Samin Tan menerima putusan bebas dari Majelis Hakim Mahkamah Agung.

Diketahui Samin Tan didakwa secara alternatif menggunakan Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor. Samin Tan diduga memberikan memberikan gratifikasi senilai Rp5 miliar kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih. Gratifikasi tersebut dilakukan sebanyak tiga kali, melalui Tata Maharaya staf Eni Saragih.

Pemberian gratifikasi tersebut diduga sebagai balas jasa kepada Eni Saragih yang telah membantu PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) yang merupakan subsidiary dari perusahaan milik Samin Tan PT Borneo Lumbung Energi & Metal (PT BLEM).

Peneliti ICW, Lalola Easter menyatakan izin PT AKT diketahui telah dicabut oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) karena diduga menjadikan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3, sebagai objek jaminan pinjaman kepada Standard Chartered Bank.

"Dasar pertimbangan pembebasan Samin Tan dari dakwaan adalah, karena Undang-Undang Tipikor tidak mengatur secara khusus pasal mengenai pemberi gratifikasi, tidak seperti pasal pemberi suap yang diatur secara jelas. Majelis Hakim Kasasi di Mahkamah Agung menguatkan putusan tersebut dan menyatakan bahwa Samin Tan adalah korban pemerasan Eni Saragih," kata Lalola di sela konferensi pers di Jakarta, Minggu, 19 Juni 2022.

Ditambahkan Lalola, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung Tidak mendalami secara serius terkait keterlibatan Samin Tan dalam pengurusan pencabutan izin PT AKT.

"Sebagai ultimate beneficial owner (BO) dari PT AKT, Samin Tan jelas memiliki kepentingan atas pembatalan pencabutan izin PT AKT oleh Kementerian ESDM meskipun ia tidak tercatat sebagai pengurus perusahaan. Karena pada akhirnya jika izin perusahaan dikembalikan, keuntungan PT AKT yang kembali beroperasi akan mengalir ke Samin Tan," ungkapnya.

Menurut Lalola, kasus Samin Tan ini harusnya menjadi momentum untuk memperkuat implementasi beneficial ownership (BO) di Indonesia. 

Menurut data dari Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) menunjukkan masih rendahnya kepatuhan korporasi dalam melaporkan BO-nya dimana dari 2,346,788 korporasi yang terdaftar, hanya 617,851 korporasi (26,33%) yang melapor. 

Adapun tuntutan lengkap Koalisi Bersihkan Indonesia yang terdiri dari Auriga, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Publish What You Pay Indonesia (PWYP), dan ICW sebagai berikut:

1. KPK melakukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung,

2. KPK melakukan eksaminasi terhadap dakwaan jaksa dan putusan PN dan MA,

3. MA melakukan eksaminasi terhadap putusan majelis hakim tingkat pertama dan kasasi,

4. Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung mengambil langkah tegas jika ada dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim oleh majelis hakim tingkat pertama maupun kasasi,

5. Aparat penegak hukum mengarusutamakan Beneficial Ownership (BO) sebagai sebuah pendekatan dalam membangun penyelesaian kasus korupsi

6. Pemerintah mempercepat dan memperkuat implementasi BO di Indonesia

7. Pemerintah menjadikan pelaporan BO sebagai syarat perizinan di semua sektor

8. Pemerintah dan DPR segera melakukan upaya penguatan regulasi Beneficial Ownership yang dapat mengungkap secara de facto pemilik manfaat utama dari sebuah perusahaan dan membukanya kepada publik.