<p>Sejumlah penumpang berjalan di peron dekat rangkaian kereta listrik (KRL) di Stasiun Cawang, Jakarta, Senin, 14 September 2020. Pengguna transportasi KRL menurun drastis saat hari pertama pemberlakuan PSSB total. Pengguna KRL tercatat ada 92.546 pengguna atau berkurang hingga 19% dibandingkan Senin 7 September 2020 pekan lalu yang mencapai 114.075 pengguna pada waktu yang sama. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional & Dunia

Ideas: PSBB Terbukti Turunkan 23 Persen Kasus Positif

  • JAKARTA – Peneliti Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Fajri Azhari mengatakan kebijakan intervensi kesehatan yang kuat mampu mengendalikan penyebaran COVID-19 di Indonesia. Berdasarkan bukti empiris, terlihat pada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid dua di DKI Jakarta pada 9 September 2020 sampai 12 Oktober 2020. Saat itu, terjadi pengurangan kasus positif […]

Nasional & Dunia
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Peneliti Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Fajri Azhari mengatakan kebijakan intervensi kesehatan yang kuat mampu mengendalikan penyebaran COVID-19 di Indonesia.

Berdasarkan bukti empiris, terlihat pada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid dua di DKI Jakarta pada 9 September 2020 sampai 12 Oktober 2020. Saat itu, terjadi pengurangan kasus positif harian sebesar 23%.

“Kebijakan rem darurat yang dilakukan Pemprov DKI cukup berhasil menekan laju penularan virus,” kata Fajri dalam keterangan resmi, Jumat, 25 Desember 2020. 

Akan tetapi, ia menyayangkan penghentian PSBB jilid dua yang memicu kasus kembali melesat hingga tembus 1.600 kasus pada 16 Desember. Kenaikan kasus mencapai 46% dan hampir sama dengan kondisi sebelum PSBB jilid dua. 

Fajri menambahkan bahwa positivity rate Indonesia konsisten meningkat sejak Juni 2020 dari angka 11,6% ke 14,8% per 22 Desember 2020. Bahkan jika dilihat menurut angka positivity harian pada tanggal 21 Desember 2020 mencapai 27,7%, artinya hampir 1 dari 3 orang yang diperiksa terkonfirmasi positif COVID-19.

Menurutnya, penularan virus yang saat ini belum terkendali adalah cerminan intervensi penanganan pandemi yang masih lemah. 
Setidaknya, dibutuhkan kebijakan yang mampu menurunkan tingkat penularan sampai di bawah 5% untuk memastikan penularan virus terkendali.

“Ini bisa dicapai dengan penguatan pembatasan mobilitas sosial yang ketat, bukan hanya sekadar slogan PSBB,” tuturnya.

Terkait dengan kebijakan vaksinasi, Fajri mengingatkan, sebelum vaksin diedarkan, pemerintah perlu memperhatikan tingkat kepercayaan publik terhadap vaksin. 

Di sisi lain, jurnal kesehatan The Lancet menyebutkan, distribusi vaksin COVID-19 yang efektif sekalipun dapat meningkatkan risiko kesehatan. Ini apabila masyarakat mengabaikan protokol kesehatan karena merasa kebal terhadap virus.

Puncak kurva pandemi yang belum terliat menggambarkan ketidakpastian kapan pandemi berakhir. Fajri melihat vaksin bukan satu-satunya solusi penanganan pandemi.

“Ke depan, pemerintah diharapkan fokus memperbaiki 3T (Testing, Tracing, Treatment) dengan data yang sinkron antara pemerintah pusat dengan daerah serta memenuhi standarisasi kesehatan global sebagai acuan untuk mengambil kebijakan,” tegasnya. (SKO)