IESR: Perhitungan Rasio Elektrifikasi Sudah Tak Relevan
- Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi terkait definisi rasio elektrifikasi di Indonesia agar mencakup pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap kualitas listrik.
Energi
JAKARTA - Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi terkait definisi rasio elektrifikasi di Indonesia agar mencakup pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap kualitas listrik.
Manajer Program Transformasi Energi, IESR Deon Arinaldo mengatakan, saat ini definisi rasio elektrifikasi masih terbatas pada perbandingan jumlah rumah tangga yang berlistrik dengan total rumah tangga.
“Akses listrik seharusnya semangatnya tidak hanya memberikan akses terhadap listrik, tetapi akses listrik sejatinya bisa memberikan kesempatan bagi penerimanya untuk meningkatkan kualitas hidup dan perekonomian,” ungkapnya dalam webinar Transisi Energi dalam Pemerataan Elektrifikasi Nasional pada Selasa, 22 Agustus 2023.
- Bank Mandiri Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Kredit 2023 Jadi 8-9 Persen, Ini Alasannya
- Terkait Wacana Merger Pelita Air, Garuda Indonesia Juga Citilink, Pelita Air Buka Suara
- Solusi Jitu Pemkot Denpasar Mengelola Bau Sampah
Berdasarkan laporan Capaian Kinerja 2022 dan Rencana Kerja 2023 Subsektor EBTKE, Rasio elektrifikasi di Indonesia terdata telah mencapai 99,63 % dan rasio desa berlistrik mencapai 99,79 % pada akhir 2022.
Rasio Elektrifikasi
Dalam kesempatan yang sama, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan, IESR Alvin P Sisdwinugraha menyebutkan besarnya rasio elektrifikasi di Indonesia belum mampu menjamin aksesibilitas, keandalan, serta kapasitas dan kualitas listrik yang diterima oleh masyarakat.
Menurutnya diperlukan indikator baru yang memberikan gambaran kualitas akses listrik di Indonesia, misalnya seperti Multi-Tier Framework (MTF) yang mampu menilai spektrum kualitas layanan dari sudut pandang pengguna listrik.
Berdasarkan data IESR, mengukur kualitas akses listrik menggunakan MTF di NTB dan NTT pada 2019. Hasilnya, kebutuhan listrik tidak tersedia selama 24 jam dan terbatas untuk alat elektronik dan pencahayaan berdaya rendah.
Pemerintah dapat menggunakan metode evaluasi yang mengintegrasikan kualitas layanan listrik sebagai indikator kunci pencapaian terkait akses energi. Untuk kelancaran evaluasi terhadap rasio elektrifikasi yang memperhitungkan kebutuhan akan listrik yang berkualitas, memerlukan koordinasi antara kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian ESDM, PLN, Kemendesa, Pemda atau Pemprov.
IESR juga mendorong pemerintah untuk secara serius dan konsisten mendukung penyediaan akses listrik yang berkualitas dengan mengatasi berbagai tantangan seperti letak geografis yang sulit dijangkau, terbatasnya pembiayaan serta kapasitas lokal dalam memelihara fasilitas kelistrikan dengan pemanfaatan energi terbarukan.
Selain itu, indikator yang dipakai dalam menentukan rasio elektrifikasi dan desa berlistrik juga perlu diperluas dan menggambarkan kualitas listrik yang diterima oleh rumah tangga atau desa yang dimaksud.