<p>Pegawai menghitung uang dolar Amerika Serikat (AS) di gerai penukaran mata uang asing PT Ayu Masagung, Jakarta, Rabu (4/3/2020). Cadangan devisa di Bank Indonesia merosot demi stabilisasi nilai tukar rupiah.. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.</p>
Nasional

IFF: Utang Global Tembus Rp4.531 Kuadriliun di Kuartal I-2023

  • Institut of International Finance (IFF) melaporkan utang global yang nyaris mencapai rekor tertinggi pada kuartal I-2023. Dalam laporannya, IFF mencatat bahwa total utang global mencapai US$304,9 triliun, setara Rp4.531 kuadriliun (asumsi kurs Rp14.875 per dolar AS).
Nasional
Muhammad Farhan Syah

Muhammad Farhan Syah

Author

JAKARTA - Institut of International Finance (IFF) melaporkan utang global yang nyaris mencapai rekor tertinggi pada kuartal I-2023. Dalam laporannya, IFF mencatat bahwa total utang global mencapai US$304,9 triliun, setara Rp4.531 kuadriliun (asumsi kurs Rp14.875 per dolar AS).

Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar US$8,3 triliun dibandingkan dengan akhir tahun 2022. IFF mengungkapkan peningkatan utang yang signifikan terutama terjadi di pasar negara yang sudah mapan.

"Peningkatan tersebut lebih tajam terjadi di pasar negara yang sudah mapan, didorong oleh Jepang, Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris. Di antara pasar negara berkembang, peningkatan terbesar terlihat di China, Meksiko, Brasil, India, dan Turki," tulis IFF dalam laporannya dikutip dari South China Morning Post, Jum'at, 19 Mei 2023.

IFF juga mencatat adanya peningkatan yang signifikan dalam utang pada pasar negara berkembang. Total utang di pasar negara berkembang mencapai rekor tertinggi sebesar US$100,7 triliun atau sekitar 250% dari Produk Domestik Bruto (PDB) mereka.

Jumlah tersebut terhitung meningkat sebesar 34% atau US$75 triliun dibandingkan dengan nilai utang pada tahun 2019.

Negara dengan Utang Terbesar

1. China

2. Meksiko

3. Brasil

4. India

5. Turki

Laporan IFF juga menyoroti pengaruh sistem keuangan, biaya pembayaran utang akibat kenaikan suku bunga, dan masalah likuiditas yang dihadapi oleh lembaga keuangan yang lebih lemah.

Di sisi lain, kebijakan moneter yang ketat di Amerika Serikat telah memberikan dampak signifikan terhadap pasar negara berkembang. Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed), baru-baru ini menyetujui kenaikan suku bunga untuk kesepuluh kalinya dalam waktu kurang dari setahun.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran di China terkait arus keluar modal dari pasar negara berkembang dan dampaknya terhadap suku bunga yang tinggi serta krisis perbankan di AS. Data IFF juga mengungkap bahwa China mencatat rekor arus keluar modal sebesar US$80 miliar pada tahun 2022. 

Sebagai informasi, saat ini China merupakan pemegang utang pemerintah AS terbesar kedua setelah Jepang. Menurut data dari Kementerian Keuangan AS, jumlah utang China mencapai US$869,3 miliar pada bulan Maret, naik dari bulan sebelumnya yang mencapai US$848,8 miliar.