logo
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis 12 Januari 2023. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Bursa Saham

IHSG Alami Trading Halt Pertama Sejak Pandemi Covid-19, Pengamat Bilang Begini

  • Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa, 18 Maret 2025, mengalami penghentian sementara atau trading halt untuk pertama kalinya sejak pandemi Covid-19.

Bursa Saham

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa, 18 Maret 2025, mengalami penghentian sementara atau trading halt untuk pertama kalinya sejak pandemi Covid-19. Kejadian ini bermula pada sepuluh menit pertama pembukaan perdagangan, ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di posisi 6.394,87, mengalami penurunan sebesar 1,19% atau sekitar 77 poin.

Pada pukul 11.19 WIB, IHSG mengalami penurunan lebih dalam, terjun 5,02% ke level 6.146, sehingga perdagangan dihentikan sementara. Setelah penghentian, perdagangan kembali dibuka pada pukul 11.49 WIB, namun IHSG langsung terjun lebih dalam lagi, dengan penurunan mencapai 6% hingga menyentuh angka 6.084.

Ketika penurunan ini terus berlanjut, IHSG akhirnya jatuh lebih dari 7% ke level 6.018,39 sebelum sedikit menguat dan ditutup pada posisi 6.076,081. Penutupan ini mencatatkan penurunan signifikan sebesar 6,12% pada perdagangan sesi I.

Pengamat Pasar Modal, Ibrahim Asuahibi, mengungkapkan bahwa penurunan IHSG yang sangat tajam ini terjadi setelah indeks tercatat turun hampir 4,9% ke level 6.154, jauh lebih rendah dibandingkan posisi kemarin yang berada di kisaran 6.600-an. 

Menurutnya, penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal dan domestik yang saling terkait. “Salah satu faktor utama yang memicu penurunan adalah ketegangan yang terus berkembang terkait dengan perang dagang dan kebijakan perdagangan di Amerika Serikat, terutama yang dimulai sejak era Presiden Donald Trump,” jelasnya melalui keterangannya pada Kamis, 18 Maret 2025.

Ketegangan ini lebih terfokus pada neraca perdagangan Amerika dengan negara-negara yang selama ini surplus terhadap AS, seperti Tiongkok, Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko, yang merupakan mitra dagang utama bagi Amerika.

Selain itu, dalam beberapa minggu terakhir, arus modal asing yang mengalir ke pasar modal Indonesia menunjukkan penurunan yang signifikan. Hal ini mencerminkan ketidakpastian yang semakin membesar dan mendorong investor untuk menarik dananya dari Indonesia. Para pelaku pasar juga khawatir terhadap potensi resesi ekonomi global yang mendorong mereka untuk mencari negara yang dianggap lebih stabil.

Di sisi domestik, ketidakpastian ekonomi juga terus berlanjut. Defisit anggaran yang baru saja diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi sorotan utama. Jika tidak segera diatasi, defisit ini dikhawatirkan akan semakin melebar hingga akhir tahun. 

“Selain itu, fluktuasi nilai tukar rupiah yang tertekan akibat dampak perang dagang juga semakin memperburuk situasi. Banyak pihak memprediksi bahwa rupiah dapat menyentuh level 16.900 terhadap dolar AS, yang menambah ketidakpastian di pasar,” tambah Ibrahim. 

Tidak hanya itu, sentimen negatif terhadap ekonomi global turut mempengaruhi pasar saham Indonesia, terutama dengan penurunan tajam pada saham-saham teknologi di berbagai bursa dunia. Konflik yang berlangsung di Timur Tengah, khususnya serangan Israel terhadap Jalur Gaza yang menelan banyak korban jiwa, turut menambah ketidakpastian global.

“Ketegangan ini mendorong penguatan dolar AS, yang pada gilirannya membuat pasar global semakin apatis terhadap situasi yang melibatkan Amerika dan Israel,” lanjut Ibrahim.

Dengan semua faktor yang mempengaruhi pasar, penurunan IHSG yang mencapai hampir 5% dianggap sebagai hal yang wajar. Dalam kondisi ini, katanya, Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki kebijakan untuk menghentikan sementara perdagangan saham jika penurunan indeks utama melebihi 5%, sebagai langkah untuk melindungi investor dari potensi kerugian yang lebih besar.