IHSG Dibuka Longsor, Saham BMRI dan BBCA Minus 1 Persen
- Saham BMRI dan BBCA kompak melemah di atas 1% di awal sesi perdagangan tatkala IHSG dibuka dengan pelemahan 0,33% ke level 7.065,49.
Bursa Saham
JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan pada perdagangan Senin, 13 Mei 2024, dibuka dengan pelemahan 23,92 poin atau 0,33% ke level 7.065,49. Ini juga diikuti saham perbankan jumbo seperti BMRI dan BBCA yang terpantau melemah di atas 1%.
Berdasarkan data RTI Business pada pukul 9.03 WIB, indeks composite bergerak di level 7.052 – 7.088. Dalam hal pergerakan saham, sebanyak 159 emiten melemah, 173 menguat dan 210 tidak bergerak. Akibatnya, kapitalisasi pasar hanya berada di level Rp11.926 triliun.
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi perbankan jumbo yang terpukul paling dalam dengan pelemahan 1,59% ke level Rp6.175 per saham. Adapun frekuensi saham BMRI di angka 1.729 dengan volume perdagangan 22 juta lembar dan dan nilai transaksinya mencapai Rp142 miliar.
Selanjutnya, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang mengalami pelemahan 1,07% ke level Rp9.275 per saham. Frekuensi saham BBCA berada di angka 10.358 dengan volume perdagangan 47 juta lembar dan nilai transaksinya di level Rp441 miliar.
Sementara itu, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga kompak turun yang masing-masing sebesar 0,86% menjadi Rp4.630 per saham dan 0,64% menjadi Rp4.650 per saham.
Adapun frekuensi BBNI berada di angka 1.615 dengan volume perdagangan 5 juta lembar dan nilai transaksinya mencapai Rp26 miliar. Sementara itu, frekuensi saham BBRI berada di angka 4.817 denga volume perdagangan 42 juta lembar dan nilai transaksinya menembus Rp196 miliar.
Sebelumnya, Pilarmas Investindo Sekuritas mengungkapkan bahwa IHSG pada perdagangan hari ini bakal bergerak pada support dan resistance di level 7.060 – 7.150. Sebab, minggu ini pasar sedang menunggu beberapa data penting terutama dari Amerika Serikat (AS).
Pilarmas menjelaskan proyeksi PPI Final Demand AS menunjukkan kemungkinan kenaikan. Namun, yang paling menarik adalah proyeksi penurunan tingkat inflasi AS dari 3,5% sebelumnya menjadi 3,4-3,3% (Year-on-Year/YoY), yang tentu saja menjadi tantangan tersendiri.
“Apabila inflasi mengalami penurunan, tentu menjadi salah satu kabar yang positif bagi pasar, meskipun penurunan 0,1% - 0,2% tidak akan memberikan terlalu banyak pengaruh. Yang menarik adalah, inflasi inti diproyeksikan mengalami penurunan dari sebelumnya 3,8% menjadi 3,5-3,6%, yang tentunya akan membuat pasar bersorak sorai,” jelas Pilarmas dalam risetnya Senin, 13 Mei 2024.
Tidak hanya itu, lanjut Pilarmas, pasar juga menantikan data inflasi Eropa dan pertumbuhan ekonomi yang diestimasikan tidak banyak berubah dari sebelumnya. Untuk China, pasar menantikan data Industrial Production diproyeksikan mengalami kenaikan, dari sebelumnya 4.5% menjadi 5.5% YoY yang dimana tentu saja hal ini semakin mendukung fase pemulihan ekonomi dari China.
“Namun sayang, data investasi properti di China lagi lagi akan mengalami penurunan. Hal tersebut semakin menyakinkan pelaku pasar dan investor bahwa sektor properti di China mungkin tidak akan pulih dalam waktu dekat,” tegas Pilarmas.