
IHSG Kembali Terkoreksi, Ini Kata Pemerintah dan Ekonom
- Investor akan sangat memperhatikan langkah-langkah pemerintah dan sektor swasta dalam menghadapi tantangan yang ada agar kepercayaan pasar dapat kembali pulih
Bursa Saham
JAKARTA- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mengalami koreksi cukup signifikan pada Senin 24 Maret 2025. Pemerintah menilai situasi ini lebih dipengaruhi oleh dinamika pasar.
"Ya kita lihat aja perkembangan (pasar), namanya market ada (dinamika) daily (harian)," ujar Airlangga usai konferensi pers di Jakarta.
Saat ditanya apakah ada faktor pengaruh dari susunan kepengurusan pejabat Danantara yang diumumkan hari ini, dirinya tidak menjawab.
Pada perdagangan sesi I hari ini, Senin IHSG sedang mengalami tekanan dengan koreksi 143,96 poin atau 2,30 persen ke posisi 6.114,22. Sementara saat penutupan IHSG ditutup melemah 96,96 poin atau 1,55 persen ke posisi 6.161,22. Sedangkan kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 11,00 poin atau 1,59 persen ke posisi 681,02.
Pengamat sekaligus Founder Stocknow.id Hendra Wardana menyampaikan potensi IHSG untuk rebound masih ada. Terutama apabila investor mendapatkan sinyal positif dari kebijakan ekonomi dan stabilitas politik Indonesia.
- Industri Limbung, 88 Persen Pengusaha Hotel Bakal PHK Karyawan
- Catat Lokasinya, BNI Sediakan 41 ATM Pecahan Rp20.000 dari Lampung hingga Papua
- Lo Kheng Hong Panen Miliaran dari Dividen BBRI, Bagaimana Rekomendasi Sahamnya?
"Investor akan sangat memperhatikan langkah-langkah pemerintah dan sektor swasta dalam menghadapi tantangan yang ada agar kepercayaan pasar dapat kembali pulih," terang Hendra.
Ia menjelaskan, bahwa penurunan IHSG mencerminkan adanya ketidakpastian yang terjadi di pasar modal Indonesia, yang dipengaruhi oleh beragam faktor dari tingkat domestik maupun global.
Penerimaan Pajak
Selain faktor musiman dan koreksi saham-saham besar, lanjutnya, sentimen negatif terhadap prospek ekonomi Indonesia semakin diperburuk dengan penurunan penerimaan pajak dan tingkat konsumsi masyarakat yang menurun.
Menurutnya, hal itu menunjukkan bahwa daya beli masyarakat semakin melemah, yang berpotensi berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Investor pun lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi, sehingga menyebabkan pasar cenderung bergerak lebih rendah," ujar Hendra.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan, koreksi signifikan juga disebabkan oleh kondisi ekonomi makro yang melambat, termasuk penurunan daya beli dan meningkatnya PHK, sehingga memperburuk sentimen pasar.
Ia mengatakan bahwa rilis kebijakan ekonomi seperti hasil konferensi pers Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) dan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Bank Himbara akan dapat mempengaruhi arah pasar saham dalam beberapa waktu ke depan.
"Jika IHSG tidak mampu bertahan di level psikologis 6.000, kemungkinan besar akan menguji level support di 5.800," ujar Hendra.
Ia menyebut perkembangan pasar saham akan sangat bergantung pada respons pelaku pasar terhadap pengumuman yang akan datang, serta kondisi ekonomi domestik dan global.
- Saham BBRI Diburu Investor Asing di Saat Big Banks Lain Dilepas, Apa yang Terjadi?
- Saham AMMN dan MDKA Jadi Peluang di Tengah Koreksi IHSG, Simak Rekomendasinya
- Prakiraan Cuaca Besok dan Hari Ini 18 Maret 2025 untuk Wilayah DKI Jakarta
Sementara, Ekonom dan Praktisi Pasar Modal Hans Kwee mengatakan IHSG ditutup melemah di tengah pelaku pasar bersikap 'wait and see' terhadap data ekonomi Amerika Serikat (AS).
"Pekan depan pelaku pasar menantikan data produk domestik bruto (PDB) AS yang diperkirakan turun menjadi 2,3 persen dari sebelumnya 3,1 persen. Selain itu pelaku pasar menantikan data Price Consumer Index (PCE) Inti AS," ujar Hans.
Hans menyampaikan pasar keuangan mendapatkan sentimen positif setelah komentar dari Presiden AS Donald Trump yang memberikan harapan bahwa tarif yang diumumkan sebelumnya dan dijadwalkan mulai berlaku awal April 2025 mungkin tidak seberat yang dikhawatirkan.
Namun demikian, Ia menyebut meskipun The Fed mempertahankan suku bunga, tetapi terbuka peluang terjadi dua kali pemotongan bunga pada tahun ini.