
IHSG Trading Halt Lagi, Apa yang Harus Dilakukan Investor? Simak Peluang di Instrumen Lain
- Investor disarankan tetap tenang, menghindari keputusan emosional, serta memanfaatkan momen ini untuk mengevaluasi strategi investasi. Diversifikasi ke instrumen lain bisa menjadi langkah bijak di tengah ketidakpastian.
Bursa Saham
JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi menghentikan sementara perdagangan saham pada sesi pertama hari ini, setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok lebih dari 5% ke level 5.146. Trading halt diberlakukan selama 30 menit sejak pukul 11.19 WIB, seiring dengan tekanan jual besar-besaran di pasar.
Trading halt seperti hari ini menjadi pengingat bahwa pasar saham penuh risiko dan fluktuasi. Investor disarankan tetap tenang, menghindari keputusan emosional, serta memanfaatkan momen ini untuk mengevaluasi strategi investasi. Diversifikasi ke instrumen lain bisa menjadi langkah bijak di tengah ketidakpastian.
Fenomena trading halt seperti hari ini bukanlah hal baru, namun tetap saja membuat sebagian investor panik. Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan oleh investor saat pasar dihentikan sementara?
- Baca Juga: IHSG Longsor 5 Persen, BEI Lakukan Trading Halt Sementara
Tips Investor Saat Trading Halt
Menurut analis pasar modal, ada beberapa langkah yang bisa diambil investor untuk tetap tenang dan rasional:
1. Evaluasi Portofolio, Hindari Panic Selling
Trading halt memberikan jeda waktu bagi investor untuk meninjau kembali kondisi portofolio mereka. Jangan terburu-buru mengambil keputusan jual saat pasar dibuka kembali, karena volatilitas masih berpotensi tinggi.
2. Cari Akar Masalah
Investor perlu memantau penyebab utama penurunan IHSG hari ini. Apakah murni sentimen global seperti kekhawatiran resesi, data inflasi tinggi, atau faktor domestik seperti ketidakpastian politik? Memahami penyebab fundamental bisa membantu mengambil keputusan jangka panjang.
3. Siapkan Strategi Average Down
Bagi investor jangka panjang, koreksi tajam seperti ini bisa menjadi peluang untuk membeli saham-saham berkualitas dengan harga diskon. Namun, tetap harus selektif, fokus pada emiten dengan fundamental solid.
Peluang di Instrumen Lain Saat Saham Bergejolak
Selain saham, volatilitas tinggi seperti ini menjadi momen bagi investor untuk mempertimbangkan diversifikasi portofolio ke instrumen lain:
1. Obligasi Pemerintah (SBN)
Saat IHSG jatuh, instrumen seperti Surat Berharga Negara (SBN) menjadi lebih menarik karena relatif stabil dan memberikan kupon tetap. Ditambah, saat ini pemerintah tengah gencar menawarkan SBN ritel dengan imbal hasil kompetitif.
Per 17 Maret 2025, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun berada di level 6,98%. Secara historis, yield ini mencapai titik tertinggi 21,11% pada Oktober 2008. Sementara itu, indeks return obligasi pemerintah mencatat kenaikan sebesar 4,64% year-on-year (YoY) dari level 366,6028 ke 383,6183 sepanjang 2024.
2. Reksa Dana Pasar Uang
Bagi investor yang ingin memarkir dana sementara dengan risiko rendah, reksa dana pasar uang bisa menjadi pilihan. Return-nya memang moderat, tetapi likuid dan minim risiko pasar.
Produk reksa dana pasar uang terbaik di Bareksa mencatatkan imbal hasil 0,45% hingga 0,7% dalam satu bulan terakhir. Peningkatan ini didukung oleh investasi pada obligasi korporasi tenor pendek.
3. Emas
Emas kerap menjadi safe haven saat pasar saham tertekan. Harga emas dunia sendiri saat ini tengah menguat, didorong oleh ketidakpastian global. Investasi di emas digital maupun fisik bisa menjadi lindung nilai portofolio.
Sepanjang tahun 2024, harga emas batangan mengalami kenaikan lebih dari 26%, mencapai level US$2.790,15 per ounce pada 31 Oktober 2024, yang merupakan lonjakan tahunan terbesar sejak 2010. Pada 17 Maret 2025, harga emas mencapai Rp1.581.171 per gram, meningkat 44,63% dibandingkan tahun sebelumnya.
4. Valuta Asing
Volatilitas tinggi di pasar saham sering diiringi fluktuasi kurs rupiah. Investor berpengalaman bisa memanfaatkan momentum ini untuk trading di pasar valas, meski instrumen ini memerlukan strategi dan manajemen risiko ketat.
Pada 18 Maret 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di kisaran Rp16.462,50 per dolar AS.
Kinerja Saham
Dalam periode 1, 3, dan 5 tahun terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan kinerja yang berfluktuasi. Berikut adalah ringkasan kinerjanya:
1. Periode 1 Tahun Terakhir
Pada 18 Maret 2025, IHSG ditutup pada level 6.076,08, mengalami penurunan sebesar 6,12% dibandingkan hari sebelumnya. Jika dibandingkan dengan posisi setahun sebelumnya, IHSG mengalami penurunan sekitar 17,20%.
2. Periode 3 Tahun Terakhir
Pada 28 Desember 2022, IHSG mencapai level 6.850,52, meningkat 4,09% dibandingkan Desember 2021. Pada 13 September 2022, IHSG sempat menembus rekor baru di level 7.318,016.
Namun, pada semester pertama 2023, IHSG mengalami penurunan 2,76%. Secara keseluruhan, dalam tiga tahun terakhir, IHSG menunjukkan fluktuasi dengan kecenderungan stagnan.
3. Periode 5 Tahun Terakhir
Pada akhir 2021, IHSG naik 10,08% mencapai posisi 6.581,5. Pada 28 Desember 2022, IHSG mencapai level 6.850,52, meningkat 4,09% dibandingkan Desember 2021.
Namun, pada semester pertama 2023, IHSG mengalami penurunan 2,76%. Secara keseluruhan, dalam lima tahun terakhir, IHSG menunjukkan tren kenaikan moderat.
Catatan: Kinerja masa lalu tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor disarankan untuk selalu menyesuaikan pilihan investasi dengan profil risiko dan tujuan keuangan masing-masing.