<p>Awak media mengamati monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 3 Agustus 2020. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 2,78 persen atau 143,4 poin ke level 5.006,22 pada akhir sesi Senin (3/8/2020), setelah bergerak di rentang 4.928,47 &#8211; 5.157,27. Artinya, indeks sempat anjlok 4 persen dan terlempar dari zona 5.000. Risiko penurunan data perekonomian kawasan Asean termasuk Indonesia menjadi penyebab (IHSG) terkoreksi cukup dalam hari ini. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

IHSG Turun Lagi, Saham BBCA, TLKM, Hingga BMRI Diobral Asing

  • Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terjerembab di zona merah pada penutupan perdagangan Rabu, 21 Oktober 2020. IHSG melanjutkan tren pelemahan 3,39 basis poin ke level 5.096,44 setelah sehari sebelumnya juga parkir di posisi 5.099,84.

Industri
Fajar Yusuf Rasdianto

Fajar Yusuf Rasdianto

Author

JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terjerembab di zona merah pada penutupan perdagangan Rabu, 21 Oktober 2020. IHSG melanjutkan tren pelemahan 3,39 basis poin ke level 5.096,44 setelah sehari sebelumnya juga parkir di posisi 5.099,84.

Penguatan yang terjadi pada indeks LQ45 agaknya tidak cukup mampu menjadi penopang pertumbuhan IHSG hari ini. Pasalnya, indeks LQ45 hanya mencatatkan kenaikan tipis 0,10% di tengah tekanan sejumlah sektor yang turun cukup dalam.

Sektor keuangan dan properti lagi-lagi menjadi biang keladi dari terjungkalnya IHSG pada perdagangan hari ini. Keduanya mengalami pelemahan 0,69% dan 0,67% secara berurutan.

Saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) berdiri terdepan sebagai laggard atau emiten pemberat IHSG yang turun 2,2% dengan market cap Rp255 triliun. Pun demikian dengan saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) yang terkoreksi 6,9% dengan market cap Rp67 triliun.

Head of Research Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi menyebut, salah satu penyebab turunnya saham kedua bank tersebut adalah kesepakatan antara Bank Indonesia (BI) dan Ororitas Jasa Keuangan (OJK) terkait pinjaman likuiditas dan penyesuaian suku bunga.

“Aturan terkait pinjaman likuiditas untuk perbankan yang juga penyesuaian suku bunga pinjaman di bank konvensional dan nisbah bagi hasil di bank syariah,” tulis Lanjar dalam riset hariannya, Rabu 21 Oktober 2020.

Hal itu membuat kinerja sektor aneka industri dan pertambangan yang lumayan kinclong agaknya belum cukup kuat untuk mendorong gerak IHSG. Padahal sektor aneka industri mengalami penguatan cukup tinggi, yakni 1,25%. Sedangkan pertambangan naik 0,68%.

Aksi Investor Asing

Sebetulnya, sepanjang perdagangan IHSG mencatatkan total transaksi yang cukup tinggi yaitu Rp9,57 triliun. Hanya saja hal tersebut tidak dibarengi dengan kinerja mayoritas emiten pasar modal yang justru dalam tren stagnansi.

Total ada 302 emiten yang berada dalam tren statis tersebut. Sisanya 220 emiten mengalami koreksi dan hanya 184 emiten yang menguat.

Saham PT Prima Globalindo Logistik Tbk (PPGL) menjadi emiten yang paling banyak mengalami penurunan dengan total 30 poin atau 9,80% ke level Rp276 per lembar. Disusul saham PT Ancora Indonesia Resources Tbk (OKAS) yang turun 8 poin atau 6,96% ke posisi Rp107 per lembar.

Sebaliknya, saham PT Armada Berjaya Trans Tbk (JAYA) menjadi penghuni posisi pertama jajaran top gainer hari ini dengan kenaikan 18,75% ke level Rp114 per lembar. Lalu dipepet oleh PT Lion Metal Works Tbk (LION) yang melesat 13,45% ke level Rp270 per lembar.

Sementara itu, tren aksi jual bersih asing (net foreign sell/NFS) agaknya masih belum mau hengkang dari IHSG. Terlihat dalam perdagangan hari ini, asing lagi-lagi mencatatkan NFS dengan nilai Rp118,9 miliar. Tambahan itu membuat total NFS sepanjang tahun ini kian menggendut hingga menyentuh Rp47,22 triliun.

Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) masuk dalam senarai emiten yang paling banyak diobral dengan nilai Rp141 miliar. Ditemani, lagi dan lagi oleh PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dengan NFS senilai Rp87,5 miliar.

Di sisi lain, saham PT Astra International Tbk (ASII) justru menjadi pemimpin jajaran saham paling diburu asing dengan nilai Rp122,1 miliar. Disusul saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dengan nilai net foreign buy (NFB) sebesar Rp60,3 miliar. (SKO)

10 saham paling diburu asing
  • ASII: Rp122,1 miliar
  • BBRI: Rp60,3 miliar
  • INTP: Rp39,2 miliar
  • BBNI: Rp37,7 miliar
  • BTPS: Rp9,8 miliar
  • PWON: Rp6,7 miliar
  • BJBR: Rp5,2 miliar
  • ACES: Rp5,2 miliar
  • LPPF: Rp3,5 miliar
  • MYOR: Rp3,4 miliar
10 saham paling banyak dilego asing
  • BBCA: Rp141 miliar
  • TLKM: Rp87,5 miliar
  • BMRI: Rp61,6 miliar
  • ICBP: Rp41,8 miliar
  • ADRO: Rp14,8 miliar
  • UNTR: Rp14,6 miliar
  • ERAA: Rp14,4 miliar
  • TBIG: Rp10,8 miliar
  • BRMS: Rp10,8 miliar
  • TOWR: Rp9 miliar