Karyawan berkatifitas dengan latar layar monitor pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, 8 September 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Bursa Saham

Imbas Kebijakan Energi Trump, Begini Reaksi Pasar Saham Asia dan Tantangannya

  • Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menciptakan gelombang di bursa saham Asia pada hari pertama periode kedua kepemimpinannya. Fokus utamanya adalah pada sektor energi, di mana saham-saham minyak dan gas mengalami fluktuasi harga signifikan.

Bursa Saham

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menciptakan gelombang di bursa saham Asia pada hari pertama periode kedua kepemimpinannya. Fokus utamanya adalah pada sektor energi, di mana saham-saham minyak dan gas mengalami fluktuasi harga signifikan. 

Kebijakan baru Trump, yang menekankan peningkatan produksi minyak dan gas, kontras dengan pendekatan energi hijau dari pendahulunya, Presiden Joe Biden. Segera setelah dilantik, Trump menandatangani perintah eksekutif yang memprioritaskan peningkatan produksi minyak dan gas untuk mengatasi krisis energi di Amerika Serikat. 

Dalam pidatonya, Trump menekankan bahwa cadangan minyak dan gas bumi AS adalah yang terbesar di dunia, dan ia berkomitmen untuk memanfaatkan sumber daya ini guna memperkaya negara.

Kebijakan ini berdampak langsung pada proyeksi harga minyak global. US Energy Information Administration (EIA) dalam laporannya pada 21 Januari 2025 memprediksi bahwa harga rata-rata minyak Brent akan turun dari US$81 per barel pada 2024 menjadi US$74 per barel pada 2025 dan US$66 per barel pada 2026, seiring dengan pertumbuhan permintaan yang melambat.

Di Asia, dampak kebijakan ini terlihat pada tekanan terhadap saham-saham energi. PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) di Indonesia mencatat penurunan 6,41% pada penutupan perdagangan, Selasa, 21 Januari 2025, sementara saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) menunjukkan fluktuasi meskipun akhirnya ditutup stagnan.

Kebijakan Trump juga mempengaruhi perusahaan migas di Jepang dan China seperti Inpex, Eneos, CNOOC, dan China Oilfield Services, yang mengalami koreksi harga saham. Namun, saham perusahaan kendaraan listrik (EV) seperti Li Auto, Xpeng, Nio, dan Geely justru mengalami kenaikan, mencerminkan optimisme terhadap pertumbuhan sektor ini meski ada dorongan kembali ke energi fosil.

Sebaliknya, sektor baterai dan energi terbarukan mengalami tekanan. Produsen baterai seperti Samsung SDI dan LG Chem mencatat penurunan harga saham, sementara produsen panel surya seperti LONGi Green dan JA Solar juga melemah. Reaksi ini mencerminkan kekhawatiran pasar bahwa fokus Trump pada energi fosil dapat menghambat pertumbuhan sektor energi terbarukan.

Sejumlah analis pun memperkirakan pasar Asia masih menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai kebijakan perdagangan dan tarif yang akan diterapkan Trump. Investor tetap waspada terhadap kemungkinan perubahan kebijakan yang tidak menentu dalam beberapa pekan mendatang. Potensi kenaikan tarif dagang terhadap China, Meksiko, dan Kanada, yang disebutkan Trump, menjadi fokus utama perhatian pasar.

Sementara itu, Billy Leung dari Global X ETFs menambahkan bahwa reaksi pasar akan lebih jelas setelah Gedung Putih memberikan detail lebih lanjut tentang kebijakan perdagangan dan tarif Trump. Negara-negara Asia dengan ekonomi berorientasi ekspor, seperti China dan Korea Selatan, masih menunggu kepastian kebijakan untuk menilai dampak penuh dari pemerintahan Trump.