Ilustrasi Evergrande.
Industri

Imbas Krisis Properti di China, Evergrande Jual Kantor Pusat di Hongkong

  • Gedung yang terdiri dari 26 lantai tersebut akan dijual dengan harga kisaran 9 miliar dolar Hongkong atau kisaran Rp17 triliun

Industri

Rizky C. Septania

HONGKONG- Evergrande dikabarkan akan menjual satu kantor pusatnya di Hongkong. 

Ini dilakukan sebagai buntut dari dampak krisis properti di China. Mengutip AFP pada Jumat, 28 Juli 2022, penjualan gedung pusat Evergrande tengah diajukan tendernya oleh CK Aset Holdings. 

Gedung yang terdiri dari 26 lantai tersebut akan dijual dengan harga kisaran 9 miliar dolar Hongkong atau kisaran Rp17 triliun (asumsi kurs Rp1.800 per dolar Hongkong).

Sebagai gambaran, Evergrande mengakuisisi kantor tersebut pada 2015 dengan harga US$1,61 miliar atau setara Rp24 triliun (asumsi kurs Rp15.000 per dolar AS). Kala itu, akuisisi gedung Evergrande tercatat sebagai rekor transaksi tunggal untuk gedung perkantoran.

Sekadar tahu, Evergrande kala itu merupakan pengembang properti terdepan di sektor real estat China. Namun pada 2021 lalu, Evergrande mulai melepas asetnya satu per satu lantaran terlilit utang.

Bos Evergrande, Hui Ka Yan bahkan membayar sebagian utang Evergrande menggunakan uang pribadinya.

Saat ini Evergrande tengah melakukan upaya restrukturisasi lantaran terlilit utang senilai US$300 miliar dolar AS atau setara Rp4,48 kuadriliun.

Dalam upaya membayar utang, Evergrande pernah menawarkan gedung kantor pusatnya pada pengembang lain yang ada di China, Yuexiu. Kala itu, harga yang ditawarkan adalah kisaran US$1,7 miliar atau kisaran Rp25,4 triliun. 

Sayangnya, Yuexiu menarik diri lantaran khawatir akan masalah utang Evergrande yang belum selesai.

Seakan gejolak yang tak usai, Evergrande mencopot CEO dan CFO-nya setelah melakukan penyelidikan internal yang berkaitan dengan penyalahgunaan dana. Saat itu, bank dikabarkan telah menyita aset senilai US$2 miliar atau kisaran Rp29,82 triliun dari sejumlah cabang perusahaan.

Akibat gagal bayar utang, kasus Evergrande akhirnya merembet pada krisis properti di China. Sejumlah perusahaan kecil di Negeri Tirai Bambu itu dilaporkan gagal membayar pinjaman dan kesulitan mendapatkan uang.

Pun halnya dengan perusahaan properti lain di China yang bergantung pada dana pinjaman. Mereka kesulitan dana untuk membiayai poyek besar-besarannya lantaran beijing memperketat aturan dan aliran dana pada para pengembang.

Imbas dari kasus Evergrande, para analis berpendapat bahwa krisis properti China akan menyebar ke sistem keuangan negara tersebut. Imbasnya, krisis properti bakal terasa hingga ke luar negeri.