IMF Sebut Ekonomi Global Kian Sulit di Tahun 2023, Ini Sebabnya
- Direktur Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva mengatakan dari tiga negara ekonomi besar yang mengalami perlambatan, ekonomi AS adalah yang paling tangguh dan dapat menghindari resesi karena pasar tenaga kerjanya kuat. Namun, ini bisa berarti suku bunga tetap lebih tinggi lebih lama untuk menurunkan inflasi.
Dunia
WASHINGTON- Direktur Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva mengatakan bahwa tahun 2023 akan menjadi tahun yang lebih berat bagi ekonomi global dibandingkan tahun 2022.
Menurutnya, hal ini terjadi lantaran tiga ekonomi besar dunia yakni AS, China, dan Uni Eropa melambat secara bersamaan.
Georgieva menambahkan perlambatan yang terjadi di AS, Uni Eropa, dan China menarik negara lain yang sejatinya tak mengalami resesi menjadi terkena imbas.
- Masuk Tahun Baru, Shopee dan Tokopedia Kompak Sesuaikan Tarif Pelapak
- Kadin: Perppu Cipta Kerja jadi Landasan Investor Tanam Modal di RI
- Proyeksi UMKM 2023, Tetap Akan Jadi Tulang Punggung Ekonomi Nasional
"Untuk sebagian besar ekonomi dunia, ini akan menjadi tahun yang sulit, lebih berat dari tahun yang kita tinggalkan," kata Georgieva seperti dikutip TrenAsia.con dari Insider Selasa, 3 Januari 2023.
"Bahkan negara-negara yang tidak dalam resesi, akan terasa seperti resesi bagi ratusan juta orang," tambahnya.
Bos IMF ini kembali menimpali, dari tiga negara ekonomi besar yang mengalami perlambatan, ekonomi AS adalah yang paling tangguh dan dapat menghindari resesi karena pasar tenaga kerjanya kuat. Namun, ini bisa berarti suku bunga tetap lebih tinggi lebih lama untuk menurunkan inflasi, katanya.
Sedangkan China diperkirakan tumbuh sejalan atau di bawah rata-rata global untuk pertama kalinya dalam 40 tahun. Georgieva kemudian menghubungkan perlambatan dengan kebijakan nol COVID-19 di Negeri Tirai Bambu yang memicu protes di seluruh negeri.
Sebagaimana diketahui, baru-baru ini China tampak mengambil langkah-langkah untuk melonggarkan kebijakan nol-COVIDnya. Namun hal ini akan menyebabkan bertambahnya infeksi secara nasional dalam tiga, empat, lima, enam bulan ke depan.
Kemudian untuk Uni Eropa, separuh dari negaranya diprediksi akan mengalami resesi pada tahun 2023 karena perang Ukraina telah menaikkan harga energi dan pangan".
Situasi untuk pasar negara berkembang bahkan lebih mengerikan. Karena di atas segalanya, mereka terpukul oleh suku bunga tinggi dan oleh apresiasi dolar. Bagi ekonomi yang memiliki tingkat tinggi itu, ini adalah kehancuran," kata Georgieva
Secara total, IMF memperkirakan bahwa pertumbuhan global akan turun menjadi 2,7% atau kurang pada tahun 2023, dibandingkan dengan 6% pada tahun 2021 dan 3,2% pada tahun 2022.