Ilustrasi ekonomi hijau
Industri

Implementasi ESG di Indonesia (Serial 3): Tak Hanya Fokus pada Pembiayaan UMKM, Bank Harus Marakkan Kredit Bisnis Ramah Lingkungan

  • Sebelumnya, Direktur Departemen Riset Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Edi Setijawan mengungkapkan bahwa industri perbankan memiliki keuntungan saat prinsip bisnis yang mengutamakan nilai lingkungan (environmental), sosial (social), dan tata kelola (governance) mulai diterapkan di Indonesia.

Industri

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Ekonom Institute of Social Economic Digital (ISED) Ryan Kiryanto mengatakan bahwa industri perbankan dan keuangan nonbank (IKNB) pada hakekatnya tidak bisa hanya fokus pada pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melainkan juga tidak boleh luput dari kredit untuk bisnis ramah lingkungan.

Sebelumnya, Direktur Departemen Riset Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Edi Setijawan mengungkapkan bahwa industri perbankan memiliki keuntungan saat prinsip bisnis yang mengutamakan nilai lingkungan (environmental), sosial (social), dan tata kelola (governance) atau ESG mulai diterapkan di Indonesia.

Berhubung industri perbankan dan IKNB sudah terbiasa memberikan pembiayaan untuk UMKM, maka aspek sosial dalam perspektif ESG pun sudah langsung terbilang cukup baik.

“Mereka diuntungkan karena mereka itu kan membiayai UMKM. Makanya, penilaian aspek sosialnya bisa langsung tinggi,” ujar Edi kepada TrenAsia beberapa waktu lalu. 

Meaki demikian, Ryan sebagai ekonom yang selama ini dikenal sebagai ekonom yang menaruh perhatian khusus pada ESG mengatakan bahwa bank tidak bisa hanya fokus kepada aspek sosial saja dalam menerapkan aktivitas bisnis berkelanjutan.

Ryan menyampaikan, aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola dalam term ESG adalah tiga hal yang terintegrasi sebagai totalitas, bukan suatu fragmen-fragmen yang terpisah.

Dengan kata lain, ketika suatu bisnis menyatakan dirinya sebagai entitas yang menerapkan prinsip ESG, maka ketiga aspek tersebut harus dipenuhi tanpa menganakemaskan satu di antara yang lain.

“Jadi semuanya harus komprehensif, pembiayaan dari bank ke sektor riil atau corporate, middle, UMKM, harus mengakomodasi prinsip ESG, ada sosialnya, lingkungannya, dan ada tata kelolanya,” ujar Ryan kepada TrenAsia, Jumat, 14 Oktober 2022.

Ryan menambahkan, agar penerapan ESG ini bisa berjalan di pasar keuangan Indonesia, maka para pelaku usaha pun nantinya harus mematuhi prinsip bisnis yang berkelanjutan. 

Dalam penerapan ESG, industri perbankan atau IKNB bisa menggunakan prinsip ramah lingkungan dalam penyaluran kredit, yaitu memberikan pembiayaan kepada aktivitas bisnis yang tidak berdampak kepada aspek environmental.

Kemudian, untuk aspek sosialnya, industri perbankan harus ramah sosial, misalnya memberikan toleransi yang baik untuk kaum perempuan dan berpihak kepada kelompok rentan. Bank juga harus tunduk kepada prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) dalam penerapan ESG.

“(Penerapan) ini tidak boleh dipisah-pisah. Ini satu kesatuan,” kata Ryan.

Dampak untuk Sektor Industri yang Aktivitasnya Belum Ramah Lingkungan

Bank-bank di dunia internasional saat ini sudah mulai meninggalkan portofolio pembiayaan untuk bisnis yang belum memenuhi prinsip ramah lingkungan. 

Jika industri perbankan di Indonesia sudah serempak untuk melakukan hal yang sama, lantas bagaimana nasib sektor-sektor industri yang aktivitas bisnisnya belum mengutamakan nilai keberlanjutan pada aspek environmental?

Menurut Ryan, dalam hal ini, bukan bank yang seharusnya memberikan toleransi kepada sektor-sektor yang bersangkutan. Namun, sudah menjadi kewajiban bagi para pelaku usaha di sektor tersebut untuk menggeser atau mentransformasi bisnisnya ke arah yang berkelanjutan.

“Kalau tidak, mereka tidak akan mendapatkan fasilitas pembiayaan entah itu dari perbankan, multifinance, dsb,” kata Ryan.

Dengan kata lain, ketika prinsip ESG sudah digalakkan dan diwajibkan untuk dipatuhi oleh pelaku-pelaku usaha dalam negeri, maka sudah menjadi konsekuensi bagi mereka untuk mengikutinya.

Ryan pun memprediksi tren ESG ini akan semakin marak setelah kondisi ekonomi sudah lebih stabil, dan nantinya akan ada banyak “beauty contest” yang mengkontestasi seluruh bisnis, termasuk perbankan, dalam menerapkan prinsip berkelanjutan.