Ilustrasi mata uang digital.
Fintech

Implikasi Rupiah Digital pada Sistem Pembayaran, Stabilitas Sistem Keuangan, dan Moneter

  • BI telah meluncurkan Laporan Konsultasi Publik sebagai langkah transparansi dalam pengembangan konsep Rupiah Digital, yang tertuang dalam Consultative Paper (CP) Rupiah Digital Tahap I.
Fintech
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA – Menurut Laporan Hasil Konsultasi Publik Rupiah Digital atau Proyek Garuda, implikasi rupiah digital pada sistem pembayaran, stabilitas sistem keuangan, dan moneter adalah salah satu aspek yang disoroti.

Dikutip dari laporan berjudul Laporan Konsultasi Publik Proyek Garuda: Wholesale Rupiah Digital Cash Ledger, berikut ini beberapa implikasi yang dimaksud.

Efisiensi Sistem Pembayaran

Implementasi w-Rupiah Digital diyakini akan mengubah peran Infrastruktur Pasar Keuangan (IPK) dengan memperkuat efisiensi sistem pembayaran. 

Sentralisasi Surat Berharga diperkirakan akan mengalami penurunan peran akibat tokenisasi surat berharga, yang berdampak positif pada efisiensi melalui penurunan biaya dan peningkatan kecepatan transaksi. 

Sementara itu, operasionalisasi 24/7 diharapkan dapat memfasilitasi setelmen real-time dengan tingkat kepastian yang tinggi dan mengurangi human error.

Optimalisasi Nilai Tambah

Kepatuhan pada regulasi serta keberagaman penggunaan w-Rupiah Digital juga dianggap dapat memberikan nilai tambah yang lebih optimal 

Beberapa aspek yang mencakup keamanan dan perlindungan data, keandalan infrastruktur, kolaborasi, dan pertukaran informasi, serta ketersediaan sistem pemantauan dan evaluasi risiko menjadi fokus dalam mengoptimalkan nilai tambah tersebut. 

Penggunaan Rupiah Digital dalam berbagai skenario seperti obligasi sekuritas, implementasi Payment versus Payment (PvP) dan Delivery versus Payment (DvP), serta aplikasi pada instrumen Pasar Uang Antar Bank (PUAB) diharapkan dapat mendorong adopsi teknologi ini.

Dampak Positif pada Pendalaman Pasar Keuangan

Rupiah Digital diantisipasi memberikan dampak positif terhadap pendalaman pasar keuangan. Operasionalisasi Rupiah Digital 24/7 diharapkan dapat mempermudah pemenuhan kebutuhan likuiditas harian perbankan. 

Inovasi produk seperti asuransi digital dan pembiayaan berbasis aset digital juga diyakini akan terstimulasi seiring dengan berkembangnya ekosistem digital ini.

Risiko Pengintegrasian Rupiah Digital dengan IPK

Namun, hasil konsultasi publik pun turut mencatat bahwa pengintegrasian Rupiah Digital dengan IPK membawa risiko tertentu. 

Risiko keamanan siber, integrasi sistem yang tidak efektif, skalabilitas yang rendah, volatilitas tinggi, dan disrupsi operasional menjadi perhatian utama. 

Risiko sistemik yang dapat muncul akibat kegagalan node juga perlu dipertimbangkan. Meskipun w-Rupiah Digital dapat mengurangi risiko konsentrasi dan memudahkan pemenuhan likuiditas di luar jam operasional BI-RTGS, keterlibatan industri juga dapat meningkatkan risiko likuiditas dan risiko kredit. 

Oleh karena itu, keberadaan fungsi lender of the last resort dianggap perlu untuk mengatasi potensi risiko tersebut.

Fungsi Lender of the Last Resort sebagai Mitigasi Risiko

Untuk memitigasi risiko, perlu diimplementasikan langkah-langkah seperti peningkatan keamanan dan perlindungan data melalui enkripsi, otentikasi, firewall, pemantauan, dan prosedur pemulihan. 

Laporan Hasil Konsultasi Publik juga mengemukakan bahwa keandalan infrastruktur juga harus dijaga dengan baik, dan ketersediaan sistem pemantauan risiko menjadi krusial terutama terkait pengelolaan risiko antar infrastruktur dan antar peserta.

Implementasi w-Rupiah Digital dihadapkan pada sejumlah tantangan. Setelmen real-time dan jam operasional 24/7 berpotensi memengaruhi profil dan struktur likuiditas peserta. Operasionalisasi di luar jam operasional BI-RTGS juga akan berdampak pada penyesuaian metode pengelolaan likuiditas dan kegiatan treasury peserta, khususnya settlement back office dan monitoring nostro.

Dampak terhadap Giro Wajib Minimum, Operasi Moneter, dan PUAB

Dari perspektif moneter, perhatian terfokus pada dampak w-Rupiah Digital terhadap Giro Wajib Minimum (GWM), Operasi Moneter (OM), dan PUAB. 

Penerbitan Rupiah Digital melalui konversi rekening giro di BI-RTGS berpotensi mengurangi GWM. Sebagian responden melihat bahwa operasionalisasi w-Rupiah Digital dapat mengubah konstruksi GWM dan OM. 

Aktivitas PUAB, pasar valas, dan surat berharga diantisipasi akan menjadi lebih aktif dengan adanya operasionalisasi 24/7 dan beragamnya use case.

Risiko Moral Hazard

Faktor risiko juga menjadi perhatian, terutama risiko moral hazard yang mungkin muncul akibat transparansi dalam Distributed Ledger Technology (DLT). 

Pemikiran bahwa kepemilikan Rupiah Digital perlu dihitung sebagai komponen pemenuhan GWM mencerminkan kebutuhan akan kewaspadaan terhadap potensi risiko kolusi lintas validator nodes.

Perlindungan privasi data dalam desain Rupiah Digital dianggap penting untuk menghindari risiko kolusi yang dapat muncul dalam transaksi Operasi Moneter.

Pentingnya menjaga efektivitas kebijakan moneter Bank Indonesia menjadi sorotan, terutama dalam menghadapi risiko kolusi dan penyalahgunaan data yang mungkin muncul dalam penggunaan Rupiah Digital. 

Kesepakatan mayoritas responden bahwa desain Rupiah Digital perlu dilengkapi dengan fitur perlindungan privasi data menekankan perlunya kebijakan yang cermat dalam implementasi teknologi ini. 

Dalam konteks ini, keberlanjutan operasional Rupiah Digital dan pengaruhnya terhadap uang fiat menjadi faktor yang harus diperhitungkan dengan seksama oleh Bank Indonesia.

Untuk diketahui, BI telah meluncurkan Laporan Konsultasi Publik sebagai langkah transparansi dalam pengembangan konsep Rupiah Digital, yang tertuang dalam Consultative Paper (CP) Rupiah Digital Tahap I. 

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, menyatakan apresiasi terhadap partisipasi masyarakat yang memberikan masukan selama periode penerimaan masukan dari 31 Januari 2023 hingga 15 Juli 2023.

Laporan ini menjadi bagian integral dari inisiatif "Proyek Garuda," yang mewadahi eksplorasi terhadap implementasi Rupiah Digital. 

“Penerbitan laporan merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas BI dalam pengembangan desain Rupiah Digital,” tulis Erwin melalui laman resmi BI, dikutip Kamis, 28 Desember 2023.

Sebanyak 42 komentar dan masukan diterima dari berbagai pihak, termasuk perbankan, institusi non-keuangan, asosiasi, Kementerian-Lembaga, akademisi, dan masyarakat umum.

Setelah menerima masukan dari publik, pengembangan Rupiah Digital akan melanjutkan ke beberapa tahap berikutnya, termasuk eksperimentasi teknologi (proof of concept), prototyping, piloting/sandboxing, dan tinjauan kebijakan sesuai dengan high-level design White Paper Rupiah Digital.

Erwin menjelaskan bahwa eksperimentasi pengembangan Rupiah Digital merupakan proses iteratif untuk menjelajahi alternatif desain yang lebih luas dan memastikan optimalitas nilai tambah bagi Indonesia.