1000420533.jpg
Energi

Impor BBM Sepanjang 2024 Capai Rp202,8 Triliun, Lifting Terus Menurun

  • Jika bahan bakar tidak dikonversi ke yang lebih bersih seperti bioetanol Indonesia akan terus ketergantungan impor.

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) impor menyebutkan hasil minyak untuk bahan bakar motor menjadi komoditas  paling banyak diimpor sepanjang 2024 yakni  sebesar US$12,4 miliar atau Rp202,8 triliun (kurs Rp16.200).

Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan angka ini mencapai 47,78% dari total impor bahan bakar. Sementara kedua terbesar adalah untuk bahan bakar diesel 21,3% atau US$5,5 miliar.

"Mengenai rincian impor hasil minyak selama Januari-Desember 2024,  sekitar US$2,4 miliar atau 47,78% impor bahan bakar motor minyak ringan," kata Amalia dalam konferensi pers, di Kantor BPS dilansir pada Kamis, 16 Januari 2025.

Sementara besaran impor minyak untuk bahan bakar pesawat sebesar US$1,1 miliar atau 4,19%. Impor minyak lainnya US$6,9 miliar atau sekitar 26,73%. 

BPS mencatat nilai impor pada Desember 2024 US$21,22 miliar atau naik sebesar 8,10% dari kondisi November 2024. Dari sisi impor migas tercatat sebesar US$3,30 miliar atau naik sebesar 28,26% secara bulanan.

Secara tahunan nilai impor Desember 2024 meningkat sebesar 11,07%. Untuk nilai impor migas turun 2,24%, sementara nonmigas naik sebesar 13,92% secara tahunan.

Lifting Kian Tahun Menurun

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahllil Lahadalia mengonfirmasikan bahwa lifting RI semakin turun dari tahun ke tahun. Di sisi lain konsumsi setiap tahun semakin naik. Jika bahan bakar tidak dikonversi ke yang lebih bersih seperti bioetanol Indonesia akan terus ketergantungan impor.

"Lifting RI ini setiap tahun menurun terus. Konsumsi kita setiap tahun naik," katanya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Kamis, 16 Januari 2025. 

Berdasarkan data terbaru Kementerian ESDM realisasi lifting minyak per Juni 2024 tercatat sebanyak 578.000 barel per hari (bopd). Angka ini di bawah target APBN 2024 sebesar 635.000 bopd.  Sedangkan produksi minyak bumi pada  2023, capaian lifting minyak tercatat mencapai 606.000 bopd. Melenceng dari target APBN 2023 sebesar 660.000 bopd. 

Hal serupa juga terjadi sepanjang 2022 di mana realisasi lifting minyak bumi hanya mencapai 612.000 bopd atau 87,1% dari target sebesar 703.000 bopd yang tercantum pada APBN 2022.

Pada 2021, pemerintah juga menargetkan lifting minyak sebesar 705.000 bopd. Sayangnya hanya terealisasi sebanyak 659.000 bopd. Tahun sebelumnya, lifting minyak bumi mencapai 708.000 bopd atau lebih rendah dari target 755.000 bopd. 

Realisasi lifting gas bumi per semester I-2024 tercatat mencapai 6.635 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Realisasi sepanjang semester awal ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2023 lalu yang mencapai 6.630 MMscfd. 

Sementara itu, pada 2022, realisasi lifting gas anjlok mencapai 6.490 MMscfd, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6.668 MMscfd dan tahun 2020 yang mencapai 6.665 MMscfd. Adapun, pemerintah menargetkan produksi gas tembus 12 miliar kaki kubik (BCF) pada 2030.