<p>Pelanggan membawa sejaumlah tabung gas elpiji yang dibeli di salah satu agen Gas di Jalan Tebet Timur Raya, Jakarta, Jum&#8217;at 7 Agustus 2020. Gas elpiji 3 kilogram (kg) yang diperuntukan bagi kelompok miskin kian banyak digunakan kelompok masyarakat mampu di masa pandemi Covid-19. Akibatnya, kuota gas elpiji 3 kg sering habis di tengah jalan hingga akhirnya terjadi kelangkaan. Kelompok yang berhak pun merasa dirugikan. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Impor LPG Tembus Rp60 Triliun, Erick Thohir Rayu Masyarakat Pakai Kompor Listrik

  • Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengajak masyarakat Indonesia untuk beralih dari penggunaan kompor gas ke kompor listrik. Program konversi menuju ke listrik ditempuh untuk mengurangi impor Liquified Petroleum Gas (LPG).

Industri

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengajak masyarakat Indonesia untuk beralih dari penggunaan kompor gas ke kompor listrik. Program konversi menuju ke listrik ditempuh untuk mengurangi impor Liquified Petroleum Gas (LPG).

Erick mengungkap jika penggunaan kompor listrik menyentuh angka 15 juta, maka itu akan meredam anggaran subsidi LPG yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

“Kompor listrik ini sama juga dengan menunjukan ketahanan energi. Kalau 15 juta kompor listrik terpakai, ini penghematan yang luar biasa dan dalam menekan impor LPG,” kata Erick dalam konferensi pers penandatanganan nota kesepahaman antara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), BUMN Karya, dan Kementerian PUPR, Rabu 31 Maret 2021.

Untuk diketahui, pemerintah menggelontorkan Rp60 triliun per tahun dalam pengadaan impor LPG. Subsidi yang diberikan pemerintah terhadap impor LPG ini mencapai Rp50 triliun.

PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menjadi jembatan Kementerian BUMN dalam membumikan kompor listrik di masyarakat.

Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini menyebut, pengadaan kompor listrik dapat menyerap kelebihan energi listrik nasional yang mencapai 50% dari kebutuhan masyarakat.

“Kita punya kelebihan energi yang luar biasa. Apalagi penggunaan kompor listrik ini bisa lebih hemat dan aman,” terang Zulkifli dalam kesempatan yang sama.

Pemerintah mengalkulasi penggunaan kompor listrik lebih hemat 20% dibandingkan dengan kompor gas. Biaya rata-rata per bulan kompor gas menurut hitung-hitungan pemerintah mencapai Rp147.000, sementara kompor listrik hanya sebesar Rp118.000.

Kejar Target Pembangunan Rumah
Warga berkativitas di perumahan bersubsidi kawasan Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang, Banten, Jum’at, 23 Oktober 2020. Foto:Panji Asmoro/TrenAsia

Tidak hanya kompor listrik, pemerintah juga berupaya menambah rumah subsidi bagi masyarakat ekonomi lemah tahun ini. Menurut Menteri Pekerja Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, program kompor listrik harus didukung dengan hunian dengan kapasitas listrik yang memadai.

Kementerian PUPR mencatat masih memiliki 157.000 unit rumah yang harus dibangun tahun ini. Basuki mengungkap realisasi pembangunan rumah baru mencapai 21.000 unit.

PLN menempuh kerja sama mengembangkan integrasi data listrik terhadap rumah subsidi yang sudah dibangun Kementerian PUPR.

“Kementerian PUPR dapat memantau keterhunian rumah subsidi melalui data pengguna listrik. Kami bisa memantau rumah subsidi bisa lebih tepat sasaran,” terang Basuki.

Sembilan BUMN karya ikut terlibat dalam kerja sama dengan PLN ini. Perusahaan yang terlibat antara lain PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), hingga PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA).

Kemudian ada PT Hutama Karya (Persero), PT Nindya Karya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Brantas Abipraya (Persero), dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional atau Perum Perumnas. (SKO)