Ilustrasi konsumsi rumah tangga lewat belanja pakaian.
Makroekonomi

Impor Pakaian Terus Naik di Tengah Lesunya Tekstil Dalam Negeri

  • Badan Pusat Statistik (BPS) membeberkan adanya kenaikan impor pakaian ke Indonesia pada bulan Juli 2024. Mayoritas impor berasal dari negara seperti China dan Vietnam. Melonjaknya impor pakaian menjadi ironi di tengah kelesuan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.

Makroekonomi

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Badan Pusat Statistik (BPS) membeberkan adanya kenaikan impor pakaian ke Indonesia pada bulan Juli 2024. Mayoritas impor berasal dari negara seperti China dan Vietnam. Melonjaknya impor pakaian menjadi ironi di tengah kelesuan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri. 

Plt Kepala BPS, Amalia A Widyasanti, mencatat kenaikan impor terjadi untuk pakaian dan aksesoris rajutan (kode HS61) serta pakaian dan aksesoris bukan rajutan (HS62). Pihaknya mengatakan produk HS61 secara bulanan naik 55,46%. “Sedangkan HS62 naik 29,01% pada Juli 2024,” ujar Amalia dalam keterangannya, Kamis, 15 Agustus 2024. 

BPS menyebut mayoritas impor pakaian dan aksesoris rajutan berasal China, Vietnam, Bangladesh, Turki, dan Italia. Adapun untuk pakaian dan aksesoris bukan rajutan berasal dari China, Bangladesh, Vietnam, Hong Kong, dan Maroko. 

Di sisi lain, secara kumulatif impor pakaian dan aksesoris rajutan dari China mengalami penurunan 4,75% pada periode Januari - Juli 2024 . Impor pakaian dan aksesoris bukan rajutan juga mengalami penurunan sebesar 7,71 %. “Yang turun cukup tinggi adalah kelompok pakaian dan aksesori berbahan nonkatun,” jelas Amalia.

Pihaknya mengatakan data ekspor dan impor relatif lebih baik jika dilihat secara kumulatif, meski secara bulanan impor mengalami peningkatan. Sebab, ada beragam faktor yang memengaruhi kenaikan dan penurunan nilai jika dilihat secara bulanan. 

Jika dilihat secara bulanan, nilai dipengaruhi oleh proses waktu pengiriman dan kebutuhan stok. “Namun kalau mau lihat bagaimana performa ekspor atau impor suatu negara, lebih baik dilihat dalam angka akumulasi,” kata Amalia. 

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, mengakui industri tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, mesin, dan karet tengah limbung. Hal itu salah satunya akibat kalah bersaing dengan produk impor. “Mungkin permintaannya memadai, tapi ada kompetisi dari impor,” ujar Sri Mulyani.

Baca Juga: Angka Jumbo Impor Misterius Pakaian China Rp537,5 Miliar

Menkeu menyebut industri tekstil cenderung stagnan atau tumbuh 0,0%, sementara industri alas kaki hanya tumbuh 1,9%. Adapun industri mesin minus 1,8% dan industri karet hanya tumbuh 2,1%. “Semuanya ini tumbuhnya nyaris di level rendah, bahkan tekstil tumbuh tipis 0% atau tidak tumbuh,” ujar Sri Mulyani. 

Mengatasi hal itu, pemerintah berencana menyiapkan bauran kebijakan untuk mendorong pemulihan industri manufaktur. Hal itu dengan berfokus pada penciptaan persaingan yang sehat seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan, tax allowance, hingga tax holiday. 

Pihaknya akan menerbitkan Permenkeu dengan mengatur bea masuk atau menggunakan tarif atau cara lain. Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan sendiri juga sudah meminta dukungan dalam memproteksi industri dalam negeri. “Sekarang sedang dalam proses dalam bentuk apakah itu anti dumping, apakah bea masuk, intinya untuk menjaga memproteksi industri dalam negeri,” ujar Sri.

Kinerja Manufaktur Ambles

Sementara itu, S&P Global mencatat purchasing managers' index atau PMI Manufaktur Indonesia anjlok di level 50,7 pada Juni 2024, turun dari Mei 2024 sebesar 52,1. Menkeu mengklaim pelemahan kinerja manufaktur telah dialami lebih dahulu oleh banyak negara dunia. 

Hingga akhirnya kemudian merembet ke Indonesia pada Juli 2024. “Aktivitas manufaktur global sudah menjadi korban pertama perekonomian global yang mengalami kontraksi di Juli sebesar 49,7. Indonesia juga mengikuti di 49,3,"” ujar Sri Mulyani. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut memberi perhatian dengan kinerja manufaktur nasional saat ini usai ekspansi selama 34 bulan beruntun. “PMI Purchasing Manager's Index setelah ekspansif selama 34 bulan berturut-turut pada Juli kita masuk ke level kontraksi. Ini agar dilihat betul, diwaspadai betul secara hati-hati,” ujar Jokowi.