Ilustrasi pajak digital.
Makroekonomi

INDEF: Kenaikan PPN Ancam Pertumbuhan Ekonomi

  • Menurut Ekonom INDEF, Abdul Manap Pulungan, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% diperkirakan akan memberikan tekanan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Rencana kenaikan tersebut dijadwalkan akan terjadi pada tahun 2025 mendatang.
Makroekonomi
Distika Safara Setianda

Distika Safara Setianda

Author

JAKARTA - Menurut Ekonom INDEF, Abdul Manap Pulungan, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% diperkirakan akan memberikan tekanan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Rencana kenaikan tersebut dijadwalkan akan terjadi pada tahun 2025 mendatang.

Abdul menjelaskan, tingginya tarif PPN di Indonesia diperkirakan akan menekan daya beli masyarakat. Ini Padahal, konsumsi rumah tangga memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi.

“Ketika kebijakan PPN ini diambil maka secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Di mana orang akan menahan konsumsi karena mempengaruhi disposible income atau pendapatan yang akan dibelanjakan,” kata Abdul dalam Diskusi Publik, pada Rabu, 20 Maret 2024.

Baca Juga: Siap-Siap! Pemerintah Tetapkan Kenaikan Tarif PPN Jadi 12 Persen pada 2025

Abdul menyatakan, pertumbuhan ekonomi melambat dari tahun 2022 hingga 2023, sejalan dengan kenaikan tarif PPN menjadi 11% pada tahun 2022.

Pada tahun 2022, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,32%, kemudian mengalami penurunan menjadi 5,05% pada tahun 2023.

“Kalau kita detail kan lagi selama 2023, beberapa indikator daya beli memang menurun. Terutama dari konsumsi rumah tangga terlihat penurunan dari 4,9% ke 4,82%,” ungkap Abdul.

Khawatir Bisa Membuat Okupansi Hotel hingga Restoran Sepi

Abdul mengatakan, adanya penurunan dalam kinerja cukup tinggi pada sektor transportasi dan komunikasi, serta sektor restoran dan hotel.

“Ini dikhawatirkan ketika PPN itu naik orang cenderung menahan untuk pelesiran. Pada akhirnya menyebabkan sektor-sektor konsumsi yang bukan kebutuhan pokok itu menurun,” kata Abdul.

Dari sisi inflasi, kenaikan PPN juga akan memengaruhi terutama komoditas yang terkena PPN. Sementara itu, komoditas yang tidak terkena PPN diharapkan dapat membantu menjaga kenaikan harga.

“Akan tetapi selama ini memang kita tidak bisa membatasi kenaikan itu dari level penjual. Karena penjual itu akan reaktif ketika terjadi kenaikan PPN dia enggak peduli, apakah komoditas yang dinyatakan tidak naik itu justru mereka naik,” jelas Abdul.

Baca Juga: Sri Mulyani Teken Bebas Bea Masuk Mobil Listrik, Investor Wajib Dapat Surat Persetujuan BKPM

“Apalagi di pasar-pasar tradisional yang tidak terpantau atau di penjual-penjual kelontong. Karena sebagian besar aktivitas ekonomi kita itu masih ada di sektor informal,” imbuh dia.

Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, sebelumnya menyebut pemerintahan selanjutnya akan meneruskan program yang sedang berjalan saat ini, termasuk regulasi terkait PPN.

Meskipun tidak memberikan jawaban spesifik mengenai apakah PPN akan naik, dia memberikan petunjuk bahwa pemerintah selanjutnya akan melanjutkan program yang telah dicanangkan oleh pemerintahan sebelumnya di bawah kepemimpinan Jokowi.

“Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan bahwa pilihannya keberlanjutan. Kalau keberlanjutan tentu berbagai program yang dicanangkan pemerintah akan tetap dilanjutkan. Termasuk kebijakan PPN,” ungkap Airlangga di kantor Kemenko Perekonomian, pada Jumat, 8 Maret 2024.

Airlangga menyatakan, pembahasan lebih detail APBN 2025 akan ditunda hingga hasil resmi Pilpres 2024 dari KPU. Dalam pembahasan tersebut, akan dipertimbangkan detail program pemerintah yang akan datang.