<p>Warga berbelanja di los sayur dan buah  di Pasar Bersih Sentul City, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin, 15 Maret 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional

Indef: Konsumsi Rumah Tangga dan PMTB 2021 Belum Pulih seperti Kondisi Pra-COVID-19

  • Menurut Indef, tingkat konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi pada tahun 2021 yang masih sedikit tumbuh minus.
Nasional
Daniel Deha

Daniel Deha

Author

JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 menunjukkan trek menuju pemulihan yang berkelanjutan. Namun secara umum, produk domestik bruto (PDB) pengeluaran tahun 2021 masih belum bisa mengungkit lebih tinggi tuas pemulihan seperti kondisi pra-COVID-19 di tahun 2019.

Wakil Direktur Institute for Development Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan indikator belum sgnifikannya tuas pemulihan terlihat dari tingkat konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi pada tahun 2021 yang masih sedikit tumbuh minus.

"Terlihat memang konsumsi masih minus hampir Rp40 triliun kemudian PMTB masih sedikit minus, tapi gambaran secara keseluruhan, ini sektor yang paling dominan di dalam PDB pengeluaran," katanya dalam Diskusi Publik Forum Masyarakat Statistik secara virtual, Senin, 21 Februari 2022.

Menurut Eko, konsumsi rumah tangga tahun lalu mengalami minus Rp39,7 triliun sedangkan PMTB minus Rp48,4 triliun.

Sementara menurut data Laporan Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga tumbuh 2,02% pada 2021 atau sebesar Rp9,24 kuadriliun terhadap PDB. Ini lebih rendah dari tahun 2019 yang di atas 5%. Di sisi lain, komponen PMTB memiliki kontribusi senilai Rp5,23 kuadriliun (30,81%) dari PDB tahun 2021.

Adapun PDB atas dasar harga berlaku tahun 2021 mencapai Rp16.970,8 triliun. Sementara, menurut besaran PDB atas dasar harga konstan (ADHK) 2010, ekonomi Indonesia tumbuh 3,69% menjadi Rp11,12 kuadriliun dengan PDB per kapita mencapai Rp62,2 juta.

Secara umum, kata Eko, sektor-sektor ekonomi mengalami pemulihan pada tahun lalu. Namun, yang perlu terus dikejar adalah pencapaian kondisi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan lebih kuat.

"Bagaimana ke depan kita tumbuh lebih tinggi, lebih sustain," imbuhnya.

Sejalan dengan tren pemulihan, lanjut dia, ada lima sektor yang selama tiga tahun (2019, 2020, dan 2021) berturut-turut menunjukkan kinerja positif.

Pertama adalah sektor informasi dan komunikasi, kemudian sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, sektor pengadaan air, pengolahan sampah dan daur ulang, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, serta sektor real estate.

Meski demikian, kelima sektor ini kontribusinya terhadap DPB hanya sebesar 23,4% (tahun 2020 dan 2021), sementara sisanya sebesar 76,6% lapangan usaha mengalami pertumbuhan negatif.

"Memang kontributor utama seperti industri terpukul sekali selama pandemi ini," katanya.

Dia berharap pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa lebih tinggi dari tahun lalu sebesar 3,69%. Dalam outlook Indef, pertumbuhan ekonomi tahun ini mencapai 4,3%, lebih rendah dari asumsi makro APBN 2022 yang dipatok sebesar 5,2%.

"Ini tidak mudah meskipun proyeksi Indef ini mungkin lebih optimis," ungkap Eko.

Sementara itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa didorong lebih kuat lagi dari tahun lalu agar bisa mencapai target 5,2%.

Dengan demikian, Indonesia bisa kembali ke level upper middle income sehingga tahun depan terjadi akselerasi ekonomi yang lebih dalam dalam pertumbuhan.

"Tahun ini momentum pertumbuhan ekonomi meski ada beberapa tantangan," ungkap Suharso.