Indef Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2021 Mentok 3 Persen
Jika tahun depan kapasitas masih dibatasi hingga 50%, Eko menilai angka realistisnya hanya ada di level tersebut. Mengingat rerata pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum pandemi COVID-19 berkisar 5%.
Nasional
JAKARTA – Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 hanya berada di kisaran 2,5% sampai 3%.
Prediksi ini lebih rendah dari asumsi makroekonomi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun depan di level 5%.
“Ini realistis, karena sektor keuangan dan riil diperkirakan masih berjalan separuh dari kapasitas normal,” kata Eko dalam diskusi secara virtual, Rabu, 18 November 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Jika tahun depan kapasitas masih dibatasi hingga 50%, Eko menilai angka realistisnya hanya ada di level tersebut. Mengingat rerata pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum pandemi COVID-19 berkisar 5%.
Bukan pesmistis, melainkan ia memaparkan bahwa tahun depan, perekonomian belum akan sepenuhnya kembali seperti semula. Ini berkaitan dengan vaksinasi yang belum dapat dipastikan kapan distribusinya akan selesai.
Sekalipun vaksinasi rampung dilakukan tahun depan, perekonomian masih tetap membutuhkan waktu secara bertahap untuk mencapai angka 5%. Eko menjelaskan bahwa penanganan pandemi menjadi kunci dari perbaikan ekonomi setelah 2020.
Tidak hanya pertumbuhan ekonomi, Eko menaksir target inflasi berada di kisaran 3%, bahkan di bawah 2%.
Perbaikan Sudah Tampak
Di sisi lain, realisasi penyaluran kredit 2021 juga diprediksi masih akan tersendat. Lantas, ekspansi moneter juga tidak bisa lebih besar karena rupiah lebih berfluktuatif dibandingkan negara lain di kawasan ASEAN.
“Sehingga untuk mengurangi tensi fluktuasi harusnya bunga diset menarik dengan begitu tidak bisa ekspansi kencang,” tambahnya.
Meski begitu, ia mengakui sinyal perbaikan sudah mulai tampak pada kuartal III-2020. Seperti misalnya Purchasing Manufacture Index (PMI) yang membaik dari posisi Maret sebesar 27,5 menjadi 47,2 pada September 2020.
Pertengah bulan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) juga melaporkan ekonomi pada kuartal III-2020 terkontraksi 3,49%. Makin mendekati zona positif jika dibandingkan dengan kontraksi kuartal II-2020 sebesar 5,32%.
Dengan demikian, pemerintah memprediksi perekonomian nasional sepanjang tahun 2020 ini terkontraksi sebesar 1,7% hingga 0,6%. (SKO)