
INDEF Sebut Tekanan Tarif AS Ancaman Serius untuk Indonesia
- Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho menegaskan bahwa kebijakan tarif tambahan sebesar 32 persen dari Amerika Serikat terhadap produk Indonesia adalah ancaman serius yang tidak boleh diabaikan.
Nasional
JAKARTA - Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho menegaskan bahwa kebijakan tarif tambahan sebesar 32% dari Amerika Serikat terhadap produk Indonesia adalah ancaman serius yang tidak boleh diabaikan.
Menurutnya, alasan yang digunakan AS bahwa Indonesia mengenakan tarif hingga 64% terhadap produk mereka disebut sangat menyesatkan karena dihitung dengan membagi defisit perdagangan dengan total ekspor, bukan berdasarkan tarif sebenarnya.
“Metode ini cacat, tapi dijadikan alasan untuk menekan kita secara sepihak. Ini bentuk proteksionisme terang-terangan yang merugikan Indonesia,” ujar Andry dalam keterangannya dilansir pada Jumat, 4 April 2025.
- Catat, Berikut Daftar Nomor Telepon Darurat Jika Alami Insiden Saat Mudik Lebaran 2025
- Kenapa Lebaran Identik dengan Ketupat?
- Apakah iPhone 13 Masih Worth It Dibeli Tahun 2025?
Andry menjelaskan jika tarif ini langsung menghantam sektor ekspor utama Indonesia terutama tekstil, pakaian, dan alas kaki menyumbang 27,5% dari total ekspor kita ke AS. Hal ini diakuinya belum termasuk kelapa sawit serta karet yang juga menjadi komoditas strategis Indonesia.
Maka dari itu, Andry mengingatkan bahwa dampak penerapan tarif ini bukan hanya pada perdagangan, tetapi juga terhadap jutaan tenaga kerja. “Dalam tiga tahun terakhir, sudah lebih dari 30 pabrik di sektor tekstil dan turunannya tutup. Jika pemerintah terus diam, kita bukan hanya kehilangan pasar utama, tapi juga akan muncul badai PHK lanjutan yang jauh lebih besar,” jelasnya.
Selain itu ia menyoroti terhadap kekosongan posisi Duta Besar RI untuk AS yang telah terjadi sejak Juli 2023. “Sudah hampir dua tahun kita tidak punya wakil di Washington, padahal AS mitra dagang kedua terbesar kita. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi pengabaian terhadap kepentingan nasional,” kata Andry.
Ia menekankan bahwa jabatan Duta Besar di AS bukan tempat kompromi politik. Maka dibutuhkan sosok yang paham diplomasi ekonomi dan berpengalaman dalam lobi dagang. "Ini bukan posisi simbolik—ini garis depan pertahanan perdagangan Indonesia,” tegasnya.
Andry mendesak Presiden Prabowo agar segera menunjuk Duta Besar yang punya rekam jejak kuat di bidang perdagangan dan investasi.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi memberlakukan tarif impor dasar sebesar 10% untuk semua barang yang masuk ke AS. Trump juga menetapkan tarif lebih tinggi bagi puluhan negara lain, termasuk beberapa mitra dagang utama AS, terutama negara-negara dengan defisit perdagangan terbesar terhadap AS.
Tarif luas ini mendapat kecaman dari banyak sekutu lama AS yang terkejut dengan besarnya tarif yang dikenakan. Kebijakan ini diperkirakan akan menciptakan hambatan baru bagi ekonomi konsumen terbesar di dunia, membalikkan tren liberalisasi perdagangan yang telah membentuk tatanan global selama beberapa dekade.
“Itu deklarasi kemerdekaan kami,” kata Trump dalam sebuah acara di Taman Mawar Gedung Putih dikutip dari Reuters, Kamis, 6 Maret 2025.
Daftar Tarif yang Diumumkan Trump
Algeria 30%
Oman 10%
Uruguay 10%
Bahamas 10%
Lesotho 50%
Ukraine 10%
Bahrain 10%
Qatar 10%
Mauritius 40%
Fiji 32%
Iceland 10%
Kenya 10%
Liechtenstein 37%
Guyana 38%
Haiti 10%
Bosnia and Herzegovina 35%
Nigeria 14%
Namibia 21%
Brunei 24%
Bolivia 10%
Panama 10%
Venezuela 15%
North Macedonia 33%
Ethiopia 10%
Ghana 10%
Tarif Timbal Balik
China 34%
Uni Eropa 20%
Vietnam 46%
Taiwan 32%
Japan 24%
India 26%
South Korea 25%
Thailand 36%
Switzerland 31%
Indonesia 32%
Malaysia 24%
Cambodia 49%
United Kingdom 10%
South Africa 30%
Brazil 10%
Bangladesh 37%
Singapore 10%
Israel 17%
Philippines 17%
Chile 10%
Australia 10%
Pakistan 29%
Turkey 10%
Sri Lanka 44%
Colombia 10%
Peru 10%
Nicaragua 18%
Norway 15%
Costa Rica 10%
Jordan 20%
Dominican Republic 10%
United Arab Emirates 10%
New Zealand 10%
Argentina 10%
Ecuador 10%
Guatemala 10%
Honduras 10%
Madagascar 47%
Myanmar (Burma) 44%
Tunisia 28%
Kazakhstan 27%
Serbia 37%
Egypt 10%
Saudi Arabia 10%
El Salvador 10%
Côte d’Ivoire 21%
Laos 48%
Botswana 37%
Trinidad and Tobago 10%
Morocco 10%