<p>Sumber foto: kronologi.id</p>
Industri

Indeks Ketahanan Pangan Indonesia Merosot ke Urutan 65 di Dunia

  • Posisi Indonesia dalam Global Food Security Index 2020 turun dari posisi 62 ke urutan 65 dari total 113 negara.

Industri

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Pemerintah didorong untuk menuntaskan masalah ketahanan pangan dalam negeri, salah satunya dengan melonggarkan hambatan nontarif measures (NTM).

Seperti diketahui, posisi Indonesia dalam Global Food Security Index 2020 turun dari posisi 62 ke urutan 65 dari total 113 negara.

Di samping itu, posisi Indonesia juga berada di urutan ke-55 untuk indikator keterjangkauan, kategori ketersediaan urutan ke-34, dan posisi ke-89 untuk kategori kualitas dan keamanan.

“Posisi Indonesia dalam Global Food Security Index mengindikasikan bahwa ketahanan pangan dalam negeri belum terpenuhi,” kata Kepala Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta dalam keterangan tertulis yang diterima TrenAsia.com, Jumat, 19 Maret 2021.

Ia menjelaskan, empat pilar ketahanan pangan yang dirumuskan oleh Food and Agriculture (FAO) mencakup, ketersediaan, akses atau keterjangkauan baik secara fisik dan ekonomi, utilisasi atau keragaman gizi dan nutrisi, serta stabilitas atau keberlangsungan pangan.

Menurutnya, kebijakan perdagangan pangan Indonesia selama ini masih bersifat proteksionisme dan kurang terbuka. Permasalahan yang dinilai kerap muncul, seperti hambatan tarif, pengenaan pajak, sistem kuota, ketentuan pengemasan, serta regulasi panjang yang tidak sederhana pada beberapa komoditas.

Hambatan tarif ini terjadi, misalnya, pada tarif impor rata-rata untuk produk pangan yang sebesar 6,39% pada 2018. Sementara untuk hambatan nontarif, kata Felippa, juga menyebabkan adanya tambahan biaya mencapai 41% atas kegiatan penambah nilai di seluruh rantai pasokan.

Di sisi lain, harga pangan global juga sedang tinggi. FAO Food Price Index mencatat indeks harga pangan global ada di angka 113.3 pada Januari 2021. Indeks tersebut lebih tinggi 4% dibandingkan periode Desember 2020. Selain itu, nilai ini juga menjadi posisi tertinggi sejak Juli 2014.

“Jadi, pemerintah perlu mempertimbangkan hambatan perdagangan di sektor pangan dan pertanian, seperti tarif, larangan kuantitatif, dan sistem perizinan impor nonotomatis untuk komoditas pangan utama,” ungkapnya.