Aksi protes atas tingginya kekerasan seksual di India belum lama ini.
Dunia

India Darurat Kekerasan Seksual: Tiap 15 Menit Ada 1 Perempuan Lapor

  • Kasus kekerasan seksual di India masih tinggi meskipun perubahan hukum sudah dilakukan. Rasa takut akan hukum di masyarakat India bahkan disebut sangat kecil. Terakhir, kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang terjadi kepada seorang dokter magang di Kolkata menjadi perhatian dunia.
Dunia
trenasia

trenasia

Author

JAKARTA — Kasus kekerasan seksual di India masih tinggi meskipun perubahan hukum sudah dilakukan. Rasa takut akan hukum di masyarakat India bahkan disebut sangat kecil. Terakhir, kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang terjadi kepada seorang dokter magang di Kolkata menjadi perhatian dunia. 

Ditemukan 150 mililiter sperma dalam tubuh korban pembunuhan tersebut. Lebih miris lagi terduga pelaku pemerkosaan serta pembunuhan tersebut dilakukan oleh pria berumur 33 tahun yang tergabung di dalam relawan kepolisian.

Angka kekerasan seksual di India dilaporkan sangat tinggi. Studi internasional yang dilakukan  Thomson-Reuters Foundation pada 2011, menyatakan bahwa India merupakan negara keempat di dunia sebagai negara yang paling tidak aman untuk perempuan.

Data Biro Catatan Kejahatan Nasional India (NCRB) menunjukkan hampir 90% kejadian pemerkosaan dalam satu hari dilaporkan pada tahun 2022. Tahun 2016, 39 ribu serangan kekerasan seksual dilaporkan, sedangkan pada tahun 2018 pemerintah India menyatakan rata-rata seorang perempuan melapor setiap 15 menit.

Data pada tahun 2022, terjadi lebih dari 31 ribu kasus pemerkosaan telah terlaporkan. Mahkamah Agung India membentuk pasukan keamanan rumah sakit, sebagai tindakan mencegah terjadinya kekerasan seksual di rumah sakit. Seakan tidak puas akan hal tersebut, dokter junior tetap melakukan aksi unjuk rasa dan mogok kerja.

Butuh Perombakan Sistem

Dilansir dari Reuters, dokter junior mengatakan bahwa dengan penambahan pasukan keamanan di rumah sakit tidak menyelesaikan permasalahan utama dari kekerasan seksual. Peraturan perundang-undangan saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah. Butuh perombakan sistem secara menyeluruh.

Kekerasan seksual yang banyak terjadi hingga hari ini, dilatarbelakangi dari kebudayaan serta tradisi melihat perempuan dari kasta rendah dalam struktur kasta yang diskriminatif. Hal ini sudah mengakar selama berabad-abad, dengan sebutan dalit. 

Kemudian, laki-laki dari kalangan kasta yang lebih tinggi sering melakukan tindakan kekerasan seksual untuk memperkuat dan memperkokoh hierarki gender yang ada. Lalu, dengan peningkatan kasus kekerasan seksual ini, hukum masih dianggap lemah dan enteng. 

Selanjutnya, dalam banyak kasus kekerasan seksual ini, kurangnya bukti menjadi hal yang paling sering disebut di India. Tingginya angka pemerkosaan di India dilatarbelakangi dari tradisi serta kebudayaan India yang mengagungkan pria dan menomorduakan wanita. 

Baca Juga: Banyak Kasus Pemerkosaan di India, Apa Latar Belakangnya?

Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat hukuman serta seringnya pembatalan hukuman yang diakibatkan kekurangan bukti kekerasan seksual yang terjadi. Kejadian pemerkosaan yang terjadi pada tahun 2013 melahirkan peraturan undang-undang yang baru mengenai pemerkosaan. Sehingga pelaku pemerkosaan yang menyebabkan koma dapat dijatuhi hukuman mati. 

Shobha Gupta seorang pengacara mengatakan dalam interview Reuters, menyebut memperberat hukuman atau membuatnya lebih berat tidak akan membuat banyak perbedaan, kecuali masyarakat melakukan perbaikan sosial. 

Dalam hal demikian perubahan dapat terjadi dengan berubahnya pola pikir masyarakat. Selain itu hukuman yang keras perlu dilakukan dengan hukuman yang paling keras adalah hukuman mati sebagai puncaknya.

Ia juga menambahkan pada kasus pemerkosaan tahun 2012 membutuhkan waktu sepuluh tahun untuk proses hukum, dan dijatuhi hukuman. Pengacara tersebut menegaskan bahwa kejadian seperti itu tidak dapat ditoleransi. “Kejahatan seperti itu harus dihukum secepatnya.”

 

Tulisan ini kontribusi wartawan magang TrenAsia, Ilyas Maulana Firdaus.