<p>Pabrik semen milik PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. / Indocement.co.id</p>
Industri

Indocement Hanya Operasikan 30% Pabrik Citeureup

  • Indocement telah memangkas anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) dari Rp1,4 triliun menjadi Rp1,1 triliun akibat pandemi COVID-19.

Industri

Sukirno

Sukirno

Author

Perusahaan semen milik Grup Salim PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) harus menghentikan sebagian besar operasional pabrik yang ada di Citeureup, Bogor, Jawa Barat. Ini merupakan langkah perseroan dalam menghadapi pandemi COVID-19.

Direktur & Corporate Secretary Indocement Oey Marcos menyampaikan, secara umum pihaknya tidak terganggu langsung oleh COVID-19. Namun perseroan memperkirakan akan mengalami penurunan pendapatan akibat dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa wilayah.

“Dampaknya pada penghentian operasional sebagian pabrik dan unit operasional entitas anak karena penurunan permintaan akibat dampak PSBB,” tulis Oey melalui keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa, 26 Mei 2020.

Pembatasan operasional itu, kata Oey, akan berlangsung 1-3 bulan, disesuaikan dengan perkembangan pasar secara umum. Dalam hal ini, perseroan hanya menjalankan 1-3 pabrik dari 10 pabrik atau maksimum 30% dari total pabrik yang ada di Citeureup.

Meski begitu, Oey bilang, kontribusi pendapatan dari pabrik yang berhenti operasionalnya kurang dari 25% pendapatan 2019.

Oey juga menjelaskan, sejak awal COVID-19, Indocement sudah melakukan strategi efisiensi di berbagai bidang termasuk efisiensi biaya distribusi. Terutama dengan melakukan optimalisasi pengeluaran semen dari terminal-terminal.

“Kami juga hanya menjalankan pabrik yang paling efisien dan optimalisasi penggunaan bahan bakar dan bahan baku alternatif,” imbuh Oey.

Sebelumnya, Oey juga menyampaikan, pihaknya telah memangkas anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) dari Rp1,4 triliun menjadi Rp1,1 triliun akibat pandemi COVID-19.

Selain itu juga merelokasi terminal apung dengan nama Quantum One yang semula ada di Samarinda, Kalimantan Timur, pindah ke Konawe Sulawesi Tenggara.

Ocy menuturkan, pemindahan terminal apung itu mempertimbangkan kondisi pasar di Sulawesi yang sedang bertumbuh. “Terminal apung di Konawe ini akan mulai beroperasi pada 18 Mei 2020,” ungkap Ocy.

Ocy berharap, relokasi terminal apung bisa memaksimalkan proses distribusi produk semen perseroan di wilayah Sulawesi dan daerah sekitarnya.

Sebagai informasi, sepanjang 2019 lalu, perusahaan dengan aset Rp27 triliun ini memiliki liabilitas Rp4,63 triliun, dengan ekuitas Rp23,08 triliun.

Kinerja keuangan perseroan pun masih terjaga baik. Indocement mencatat pendapatan Rp15,94 triliun atau naik 4,94% dari periode 2018 senilai Rp15,19 triliun.

Meski penjualan naik tipis, untungnya beban pokok pendapatan Indocement turun dari Rp10,82 triliun menjadi Rp10,44 triliun. Alhasil, Indocement berhasil meraup laba Rp1,84 triliun, melonjak 60% dari Rp1,15 triliun.

Namun sayang, kinerja keuangan yang baik tidak bisa menahan penurunan harga saham INTP. Sejak awal tahun (year-to-date/ytd) hingga 13 Mei 2020, saham INTP sudah turun 43,23% dari Rp19.025 per akhir 2019 menjadi Rp10.800. Kapitalisasi pasar saham INTP mencapai Rp39,94 triliun.

Indocement merupakan salah satu lini bisnis Grup Salim milik Anthoni Salim. Pria yang kini berumur 71 tahun itu adalah konglomerat terkaya ke-6 di Indonesia versi majalah Forbes 2019.

Kekayaan Anthoni Salim ditaksir mencapai US$5,5 miliar setara Rp88 triliun. Pundi-pundi kekayaannya bersumber dari perusahaan pembuat mi instan terbesar dunia Indofood, perbankan, hingga telekomunikasi. (SKO)