Indonesia Butuh Rp88,52 Triliun Per Tahun untuk Transisi Energi Hijau
- OJK dan kementerian lainnya terus berdialog tentang bagaimana menyeimbangkan proses transisi menuju ekonomi hijau sambil mempertahankan pertumbuhan.
Energi
JAKARTA - Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi menyebutkan pemerintah Indonesia membutuhkan anggaran hingga US$5,7 miliar atau sekitar Rp88,52 triliun (kurs Rp15.530) per tahunnya untuk mendukung transisi ke energi hijau.
“OJK dan kementerian lainnya terus berdialog tentang bagaimana menyeimbangkan proses transisi menuju ekonomi hijau sambil mempertahankan pertumbuhan,” ujar Inarno dalam acara Mandiri Sustainable Forum pada Kamis, 7 November 2023 di Jakarta.
Sejak tahun 2015, OJK telah mengambil sejumlah langkah untuk menutup kesenjangan anggaran transisi energi serta mengurangi dampak negatif perubahan iklim. Salah satu tindakan yang diambil OJK adalah penerbitan Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan 2015-2019.
- Tiga Strategi Menko Marves Jadikan Indonesia Negara Maritim
- Ketahui Manfaat Asam Folat bagi Tubuh yang Salah Disebut Gibran
- Dari Surat Hingga Bitcoin, Sejumlah Negara Kirim Kado Natal ke Bulan
Menurut Inarno, sebagai hasil dari fase pertama peta jalan berkelanjutan, pihaknya berhasil menetapkan peraturan terkait keuangan berkelanjutan, aturan untuk obligasi hijau (green bond), serta panduan untuk menerapkan dan melaporkan keuangan berkelanjutan.
OJK juga telah menerbitkan Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan 2021-2025 untuk memperkuat ekosistem keuangan yang berkelanjutan. Peta jalan tersebut juga menjadi landasan untuk peluncuran taksonomi hijau pada 2020, yang saat ini telah berkembang menjadi taksonomi berkelanjutan.
Pada tahun 2023, OJK juga merilis Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon, yang disusul oleh peluncuran bursa karbon pada 26 September 2023.
“Bursa karbon diharapkan menjadi pusat perdagangan karbon global, karena sejalan dengan strategi nasional untuk pengembangan pasar keuangan,” ujar Inarno.
Pasar obligasi ramah lingkungan di dalam negeri terus berkembang dan mencapai lebih dari Rp20 triliun.
Selain itu, saat ini terdapat 13 manajer investasi yang menggunakan Indeks Sri Kehati untuk menerbitkan reksa dana yang mengadopsi prinsip-prinsip Environmental, Sustainable, and Governance (ESG) dengan total nilai pasar sebesar Rp6 triliun.