<p>Anak-anak sekolah SD. / Kemdikbud.go.id</p>
Nasional

Indonesia Dinilai Belum Siap Lakukan Pembelajaran Jarak Jauh

  • JAKARTA – Pandemi COVID-19 membuat nyaris semua tatanan kehidupan masyarakat berubah, termasuk cara sekolah menyelenggarakan kegiatana belajar mengajar. Namun, dalam konteks pembelajaran jarak jauh (PJJ), Indonesia rupanya belum sesiap itu secara teknologi dan psikologis. Dalam rangka Hari Anak Nasional, sejumlah pemerhati dan peneliti anak menyebut ada beberapa faktor yang menghambat penyelenggaraan PJJ di Indonesia. Pertama, […]

Nasional
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Pandemi COVID-19 membuat nyaris semua tatanan kehidupan masyarakat berubah, termasuk cara sekolah menyelenggarakan kegiatana belajar mengajar. Namun, dalam konteks pembelajaran jarak jauh (PJJ), Indonesia rupanya belum sesiap itu secara teknologi dan psikologis.

Dalam rangka Hari Anak Nasional, sejumlah pemerhati dan peneliti anak menyebut ada beberapa faktor yang menghambat penyelenggaraan PJJ di Indonesia.

Pertama, Indonesia belum siap secara infrastruktur digital. Kedua, status sosial-ekonomi masyarakat yang belum merata juga memengaruhi tingkat kompetensi dan literasi dalam penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

“Adanya  kesenjangan digital berpotensi memicu ketimpangan sosial yang berdampak pada kualitas pembelajaran siswa,” kata Whisnu Triwibowo, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia dalam diskusi virtual, Kamis, 24 Juli 2020.

Kesiapan Guru

Menurut survei dan riset dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), saat menerapkan metode pembelajaran jarak jauh, 97,6% masyarakat setuju dengan proporsi penerapan belajar di rumah. Sebaliknya, 67,11% guru justru menyatakan belum siap dengan mengoptimalisasi peran gadget.

Tantangan masyarakat dalam pelaksanaan PJJ adalah jangkauan internet, peralatannya, dan lain sebagainya.

Menariknya, di wilayah Nusa Tenggara Barat, para guru yang tidak dapat mengakses internet harus mendatangai murid satu per satu dalam tempo setidaknya 1 kali dalam sepekan. Keterbatasan seperti ini rupanya banyak ditemui di banyak pelosok Tanah Air.

Salah satu strategi yang dapat mengurangi kesenjangan ini adalah dengan membuat skema atau model pembelajaran yang bisa dilakukan guru dan siswa yang tidak memiliki akses internet dengan memanfaatkan lingkungan rumah.

Selain itu juga bisa memberikan pelatihan dan pendampingan manajemen pembelajaran secara daring baik dari sisi guru maupun murid dan mendorong guru menggunakan media komunikasi alternatif, khususnya media sosial.

Batasi Gawai Anak

Pakar dan pemerhati anak, Seto Mulyadi mengatakan penyelenggaraan PJJ tidak boleh menghilangkan kecerdasan masing-masing anak. Artinya, tiap anak tidak boleh diberikan beban yang sama, alias disesuaikan dengan kecerdasan masing-masing dengan porsi serta metode yang ideal.

“Prinsip mendidik anak agar senang dan menghilangkan rasa bosan di rumah, yang harus diterapkan yakni kasih sayang, keteladanan dari contoh-contoh yang nyata, komunikasi, apresiasi seperti acungan jempol pada anak dan bimbingan,” ujar Kak Seto, sapaan Seto Mulyadi.

Kak Seto menegaskan bahwa isi standar pendidikan yang harus diperhatikan mulai dari etika, estetika, iptek, nasionalisme dan kesehatan. Selain itu, hindari pemberian berlebih teknologi canggih pada anak, alternatifnya, kembangkan komunikasi efektif dari guru ke orang tua dan anak.

“Gawai atau gadget bisa menjerumuskan anak-anak ke ranah sikap negatif. Maka itu harus diimbangi dengan kegiatan-kegiatan yang menuntut psikomotorik maupun aktivitas yang bervariasi. Sehingga anak-anak mendapatkan pengalaman lain daripada gadget.”