Indonesia Fintech Society Berharap Pengesahan Omnibus Law Keuangan Dipercepat karena UU Saat Ini Tidak Relevan
- Menurut Rudiantara, UU dalam sektor keuangan saat ini sudah kurang relevan dalam merespons perkembangan teknologi yang semakin pesat sehingga percepatan pengesahan RUU PPSK atau Omnibus Law Keuangan perlu diupayakan.
Fintech
JAKARTA - Ketua Steering Committee (SC) Indonesia Fintech Society (IFSOC) Rudiantara mengungkapkan harapannya agar pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) dapat dipercepat.
Pasalnya, saat ini sektor financial technology (fintech) harus lekas-lekas dipayungi hukum yang lebih adaptif akan kondisi domestik dan global.
Menurut Rudiantara, UU dalam sektor keuangan saat ini sudah kurang relevan dalam merespons perkembangan teknologi yang semakin pesat sehingga percepatan pengesahan RUU PPSK atau Omnibus Law Keuangan perlu diupayakan.
"Di sektor fintech, dibutuhkan payung hukum pengembangan dan penguatan sektor keuangan digital yang lebih adaptif terhadap kondisi Indonesia dan melihat dinamika yang terjadi secara global," ujar Rudiantara dalam acara diskusi bersama media yang diselenggarakan secara virtual, Kamis, 27 Oktober 2022.
- Bank Mandiri Salurkan Pembiayaan Hijau Sebesar Rp101 Triliun pada Kuartal III-2022
- Rugi Bank Neo Commerce (BBYB) Menyusut 1,7 Persen pada Kuartal III-2022
- Incar Dana Segar Rp32,25 Miliar, Mitratel Gelar MESOP
Ia pun mengungkapkan pendapatnya bahwa pemerintah pun perlu bersiap-siap mengembangkan aturan terkait transaksi keuangan lintas-negara atau cross-border.
Selain itu, ia pun merekomendasikan PPSK untuk bisa dirancang sebagai pendorong yang bisa memperkecil kesenjangan antara tingkat inklusi dan literasi keuangan serta memperkuat aspek perlindungan konsumen.
Dikatakan olehnya juga, banyak masyarakat Indonesia yang saat ini sudah menggunakan layanan fintech, namun pemahaman, pemanfaatan, dan risikonya justru baru dipelajari setelahnya.
"IFSOC ingin Omnibus Law ini mendorong pemanfaatan teknologi untuk sektor keuangan secara berkelanjutan dengan meningkatkan literasi dan perlindungan pelanggan," katanya.
Rudiantara menegaskan bahwa sektor fintech di Indonesia masih memiliki potensi untuk terus berkembang karena proyeksi kontribusi ekonomi digital Indonesia mencapai 17% terhadap produk domestik bruto (PDB) 2030.
Ia pun mengatakan bahwa penyelenggara fintech di Indonesia didominasi oleh pinjaman online, pembayaran digital, inovasi keuangan digital, wealth management, dan sebagainya.
- TikTok Luncurkan Fitur Mode Live Streaming Khusus Dewasa
- ESG Award: Serius Garap Kredit Berkelanjutan, BCA Sabet Dua Penghargaan TrenAsia ESG Excellence 2022
- Pertimbangkan 5 Hal Ini Sebelum Beli Rumah Bekas
Sementara itu, SC IFSOC Tirta Segara menyampaikan juga dalam kesempatan yang sama bahwa RUU PPSK pun sebaiknya mengatur inovasi teknologi di sektor keuangan berbasis aktivitas seperti aplikasi penasihat investasi yang salah satu contohnya adalah robo advisor.
Tirta menyebutkan salah satu aturan yang perlu dirancang yaitu sertifikasi inovasi teknologi yang hingga saat ini belum diatur lembaga yang berwenang dalam melakukan pengawasan.
Di sektor jasa keuangan, profesi-profesi penunjang investasi seperti penasihat ini harus diatur agar memiliki sertifikasi terlebih dahulu sebelum bisa memberikan layanan kepada masyarakat.
RUU PPSK pun diharapkan Tirta dapat diarahkan untuk meningkatkan kehadiran ekosistem keuangan yang saling terhubung dengan sektor lain.
"Contohnya, penyaluran bansos melalui fintech. Ini masih bisa ditingkatkan sehingga satu orang bisa mendapat bantuan pangan, pendidikan, sekolah, dan pupuk melalui fintech," kata Tirta.