<p>Image Source : Republika.co.id</p>
Nasional & Dunia

Indonesia Memulai Langkah Perjuangkan Kelapa Sawit di Uni Eropa

  • Pemerintah Indonesia serius dalam melawan diskriminasi yang dilakukan UE melalui kebijakan RED II dan Delegated Regulation. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat mendiskriminasi produk kelapa sawit. Itu karena kebijakan UE tersebut membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biofuel berbasis minyak kelapa sawit.

Nasional & Dunia
Acep Saepudin

Acep Saepudin

Author

Jakarta – Pemerintah Indonesia serius dalam melawan diskriminasi yang dilakukan UE melalui kebijakan RED II dan Delegated Regulation. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat mendiskriminasi produk kelapa sawit. Itu karena kebijakan UE tersebut membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biofuel berbasis minyak kelapa sawit.

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, diskriminasi yang dimaksud berdampak negatif terhadap ekspor produk kelapa sawit Indonesia di pasar UE. Oleh karenanya, Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss resmi mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa (UE). Gugatan tersebut telah dilayangkan ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), pada 9 Desember 2019.

Agus menyebutkan, gugatan diajukan terhadap kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation UE. “Dengan gugatan ini, Indonesia berharap UE dapat segera mengubah kebijakan RED II. Juga mengubah kebijakan Delegated Regulation serta menghilangkan status high risk ILUC pada minyak kelapa sawit,” tambahnya.

“Indonesia resmi mengirimkan Request for Consultation pada 9 Desember 2019 kepada UE sebagai tahap inisiasi awal dalam gugatan. Keputusan ini dilakukan setelah melakukan pertemuan di dalam negeri dengan asosiasi/pelaku usaha produk kelapa sawit dan setelah melalui kajian ilmiah. Juga konsultasi ke semua pemangku kepentingan sektor kelapa sawit dan turunannya,” jelasnya.

Sementara Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan, melalui kebijakan RED II, UE mewajibkan mulai tahun 2020 hingga tahun 2030 penggunaan bahan bakar di UE berasal dari energi yang dapat diperbarui. Selanjutnya, Delegated Regulation yang merupakan aturan pelaksana RED II mengategorikan minyak kelapa sawit ke dalam kategori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi. Akibatnya, biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan UE, termasuk minyak kelapa sawit Indonesia.

“Pemerintah Indonesia keberatan dengan dihapuskannya penggunaan biofuel dari minyak kelapa sawit oleh UE. Selain akan berdampak negatif pada ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke UE, juga akan memberikan citra yang buruk untuk produk kelapa sawit di perdagangan global,” ujar Wisnu.

Sementara Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Iman Pambagyo menambahkan, inisiasi awal dalam gugatan ataupun proses konsultasi ke WTO merupakan langkah yang dapat diambil setiap negara anggota. Gugatan dilakukan jika menganggap kebijakan yang diambil negara anggota lain melanggar prinsip-prinsip yang disepakati dalam WTO. Diharapkan melalui konsultasi ini dapat ditemukan jalan keluar terbaik bagi kedua pihak.

“Sebelumnya, Pemerintah Indonesia telah menyampaikan keberatan atas kebijakan UE ini di berbagai forum bilateral. Baik dalam Working Group on Trade and Investment Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) dan pertemuan Technical Barriers to Trade Committee di WTO. Namun, kita harus tetap mempertegas keberatan Indonesia terhadap kebijakan UE tersebut,” ujar Iman.

Data statistik BPS menunjukkan nilai ekspor minyak kelapa sawit dan biofuel/Fatty Acid Methyl Ester (FAME) Indonesia ke Uni Eropa menunjukkan tren negatif pada lima tahun terakhir. Nilai ekspor FAME mencapai USD 882 juta pada periode Januari–September 2019. Nilai tersebut menurun 5,58 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2018 sebesar USD 934 juta.

Sementara nilai ekspor minyak kelapa sawit dan FAME ke dunia juga tercatat melemah 6,96 persen dari USD 3,27 miliar. Angka ini melemah pada periode Januari–September 2018 menjadi USD3,04 miliar year-on-year.