Ilustrasi cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT). Grafis: Deva Satria/TrenAsia
Nasional

Indonesia Perlu Terobosan Baru untuk Menekan Prevalensi Merokok

  • Angka perokok dewasa Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dalam 10 tahun terakhir ini. Pemerintah disarankan untuk menerapkan strategi baru untuk menurunkan prevalensi merokok dengan mendukung penggunaan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, melalui regulasi khusus.
Nasional
Octavia Tunggal Dewi

Octavia Tunggal Dewi

Author

JAKARTA – Angka perokok dewasa Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dalam 10 tahun terakhir ini. Pemerintah disarankan untuk menerapkan strategi baru untuk menurunkan prevalensi merokok dengan mendukung penggunaan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, melalui regulasi khusus.

Berdasarkan hasil survei GATS (Global Adult Tobacco Survey) 2021 yang belum lama ini dirilis Kementerian Kesehatan pada Juni 2022, selama 10 tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang. Pada 2011 lalu, jumlah perokok sekitar 60,3 juta orang, kemudian bertambah menjadi 69,1 juta jiwa di 2021. Adapun survei tersebut melibatkan sebanyak 9.156 responden.

Menyikapi temuan tersebut, Direktur CYPR (Centre of Youth and Population Research) Dedek Prayudi menjelaskan kegagalan pemerintah dalam menurunkan prevalensi merokok lantaran masih gamang untuk mendukung penggunaan produk tembakau alternatif. Padahal, menurut dia, produk tersebut telah menerapkan konsep pengurangan bahaya sehingga memiliki risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok, sebagaimana telah dibuktikan dalam berbagai kajian ilmiah dari dalam dan luar negeri.

“Jika produk tembakau alternatif bisa diregulasi dengan baik dan tepat, maka produk ini dapat menjadi solusi tambahan untuk mengatasi prevalensi merokok. Namun, sayangnya Pemerintah Indonesia belum merencanakan atau merumuskan regulasi bagi produk tembakau alternatif secara khusus,” kata Dedek yang akrab disapa Uki tersebut.

Uki meneruskan Pemerintah Indonesia bisa mengikuti langkah Inggris, Selandia Baru, dan Jepang yang sudah meregulasi produk tembakau alternatif. Negara-negara tersebut telah berhasil menurunkan prevalensi merokok berkat pemanfaatan produk tersebut. Selain efektitivitas dalam menekan angka perokok, pemerintah juga perlu memisahkan regulasi antara produk tembakau alternatif dan rokok.

Dalam kesempatan terpisah, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Satria Aji Imawan menambahkan pemerintah seharusnya dapat memberikan pilihan kepada perokok dewasa yang kesulitan untuk berhenti merokok dengan beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko.

Dengan adanya pilihan yang bersumber dari pemerintah, perokok dewasa dapat menentukan sikap dalam memilih produk tembakau.

“Pilihan ini nantinya dapat menjadi cara bagi pemerintah untuk memperbaiki kualitas kesehatan,” kata Satria.

Menurut Satria ada dua potensi negatif jika pemerintah belum melihat produk tembakau alternatif sebagai pilihan yang lebih baik daripada rokok.

“Pertama, prevalensi merokok akan tetap tinggi karena perokok dewasa tidak mendapatkan pilihan. Kedua, publik menjadi jengah karena menyadari bahwa informasi akurat mengenai produk tembakau alternatif merupakan hak informasi yang seharusnya didapatkan oleh publik, khususnya perokok dewasa,” ujarnya.