Calon pembeli melihat produk keramik yang dijual di kios kerajinan keramik kawasan Tanjung Priuk, Jakarta Utara, Rabu, 15 September 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Makroekonomi

Indonesia Tak Masuk 10 Besar Negara Eksportir Keramik Dunia

  • Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan Indonesia saat ini belum masuk ke dalam 10 besar negara eksportir keramik terbesar di dunia.

Makroekonomi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan Indonesia saat ini belum masuk ke dalam 10 besar negara eksportir keramik terbesar di dunia.

Berdasarkan data Ceramic World 2023, 10 negara eksportir keramik adalah China, Spanyol, India, Italia, Iran, Turki, Brasil, Polandia, Uni Emirat Arab, dan Meksiko.

"Jika dilihat Cina salah satu eksportir terbesar. Sementara Indonesia belum masuk 10 negara eksportir keramik," kata Kepala Center of Industry Trade and Investment Indef, Andry Satrio dalam diskusi INDEF di Jakarta pada Selasa, 16 Juli 2024.

Andry menjelaskan jika dilihat dari sisi daya, industri keramik secara global memang sedang turun, menurun termasuk di Cina. Di sisi lain, India justru mendapat berkah akibat adanya bea masuk anti dumping atau BMAD Amerika Serikat untuk produk Cina.

Bukan hanya India yang juga merasakan berkah BMAD ini, namu juga Vietnam diketahui mulai ada peningkatan. Di Indonesia sendiri tren impor ubin keramik di Indonesia mengalami penurunan terutama di jenis porseline. Di mana permintaan porseline dalam negeri masih dari impor negara Cina.

Penyebab Industri Keramik Berdarah

Ketua Pembina Industri Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ashady Hanafie awal mula biang kerok merosotnya industri keramik dimulai saat ada kenaikan harga gas di 2016. 

Kejayaan industri keramik di tahun 2015 disebutkan memiliki daya saing tinggi dan utilisasi sebesar 90%. Namun saat kalah saing harga, membuat barang impor murah masuk hal ini juga membuat industri keramik ikut terjun.

"Kalau dilihat dari kencenderungan masyarakat masih melihat harga murah sehingga kemerosotan industri keramik di 2016 ikut dibarengi dengan masuknya impor barang murah," lanjutnya

Pada tahun 2018 pelaku industri keramik mulai mengusulkan tindakan pengamanan atau safeguard atas impor ubin keramik kepada KKPI. Sehinga di 2019 menghasilkan kebijakan melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 119/PMK.010/2018 tentang pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atas impor ubin keramik selama 3 tahun.

Dari PMK tersebut diketahui tahun pertama pengenaan bea masuk sebesar 27% lalu tahun kedua 21% dan tahun ketiga semakin mengecil di 19%.

Sehingga pemerintah kembali memperpanjang PMK bea masuk BMTP melalui peraturan Menteri Keuangan nomor 156/PMK.010/2001 yang akan berakhir pada November 2024. Besaran tarifnya di tahun pertama 17% tahun kedua 19% dan tahun ketiga di angka 13%. Sayangnya gempuran impor di sektor keramik masih tak terbendung.

Selain itu pemerintah juga memberikan diskon melalui kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) harga gas murah di bawah 6 dolar AS per MMBTU bagi tujuh kelompok industri. Tujuh sektor penerima Program HGBT saat ini adalah pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam waktu dekat akan mengenakan bea masuk anti-dumping (BMAD). Hal ini untuk meningkatkan perlindungan pada industri keramik dalam negeri.

Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Danang Prastal Danial mengatakan telah merekomendasikan keramik asal Tiongkok dikenakan BMAD hingga 2029. Namun, sayangnya  besaran bea masuk tersebut belum diumumkan.

"BMTP pada keramik asal Cina sudah diperpanjang satu kali, tapi ternyata industri keramik belum bisa membaik. Injury (kerusakan) pada industri keramik domestik akibat produk impor tersebut semakin jelas terlihat dalam 1,5 tahun terakhir," kata Danang di Kemendag pada Senin, 15 Juli 2024.

BMTP keramik Tiongkok diterbitkan pada September 2018 melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119 Tahun 2018. Dengan kata lain, keramik asal Negeri Panda telah dikenakan bea masuk tambahan selama enam tahun terakhir.