<p>Ilustrasi BTS Menara Telekomunikasi / Shutterstock</p>
Korporasi

Indosat Jual Menara BTS Kepada Digital Colony Rp10,28 Triliun, Harga Wajar?

  • Nilai pasar aset menara Indosat tersebut ditaksir sebesar Rp7,58 triliun.

Korporasi
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Emiten telekomunikasi PT Indosat Tbk (ISAT) resmi menunjuk PT Epid Menara Assetco sebagai pemenang lelang 4.247 menara senilai Rp10,28 triliun.

Epid Menara Assetco sendiri merupakan anak usaha Edge Point Singapura di Indonesia yang sepenuhnya dikuasai oleh raksasa teknologi asal Amerika Serikat, Digital Colony.

Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Ruky, Safrudin dan Rekan menyebut transaksi ini dalam nilai yang wajar. Pendapat kewajaran ini disusun berdasarkan pada prinsip integritas informasi dan data. KJPP Menyusun pendapat kewajaran dengan melandaskan pada sumber data dan informasi sebagaimana diberikan manajemen ISAT.

“Pendapat kewajaran ini disusun hanya dengan mempertimbangkan sudut pandang pemegang saham perseroan dan tidak mempertimbangkan sudut pandang stakeholders lain serta aspek-aspek lainnya,” tulis KJPP Ruky, Safrudin dan Rekan melalui laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu 5 Mei 2021.

Adapun dalam menilai kewajaran rencana transaksi tersebut, KJPP menggunakan sejumlah metodologi analisis. Di antaranya analisis rencana transaksi berupa identifikasi pihak-pihak yang terlibat, analisis termin dan persyaratan dari perjanjian atas rencana transaksi, analisis manfaat dan risiko rencana transaksi.

Kedua, analisis kualitatif berupa analisis terhadap alasan dan latar belakang rencana transaksi. Kemudian, riwayat singkat perseroan dan kegiatan usaha, analisis industri, analisis operasional dan prospek usaha perseroan, dan kerugian rencana transaksi.

Terakhir, analisis kuantitatif berupa analisis kinerja historis, analisis proyeksi keuangan, analisis proforma laporan keuangan, analisis kewajaran harga rencana transaksi, analisis inkremental dan analisis sensitivitas.

KJPP menilai rencana transaksi adalah wajar karena harga rencana transaksi berada dalam kisaran kewajaran batas atas dan batas bawah dari total nilai pasar sebesar 7,5%, sesuai POJK 35 Pasal 48.

Sedangkan, nilai pasar aset menara tersebut ditaksir sebesar Rp7,58 triliun. Di sisi lain, nilai tidak berwujudnya mencapai Rp3,03 triliun. Dengan begitu, terdapat diskon sekitar 2,13% dalam penjualan menara ISAT tersebut.

Manfaat, Risiko dan Proyeksi Kinerja Keuangan Akibat Transaksi
Lambang PT Indosat Tbk. / Facebook @IndosatOoredoo

Berdasarkan penjelasan manajemen ISAT, manfaat yang diharapkan dari transaksi penjualan menara ini antara lain mempercepat obyektif perseroan untuk memberikan peningkatan layanan pelanggan.

Kedua, optimasi struktur permodalan ISAT yang berasal dari percepatan pembayaran sebagian pinjaman berbunga sehingga mengurangi total pinjaman perseroan.

Adapun risiko yang mungkin dihadapi oleh ISAT adalah perseroan harus memiliki perjanjian jangka panjang dengan para pemilik menara telekomunikasi. Di samping itu, perseroan juga harus menghadapi risiko kemungkinan kenaikan biaya sewa di kemudian hari.

Dengan dilaksanakannya transaksi ini, pendapatan ISAT diproyeksikan mengalami penurunan pada segmen seluar. Pada akhir periode proyeksi tahun 2025, pendapatan pada segmen ini diperkirakan menyusut menjadi Rp39,40 triliun dibandingkan tanpa melaksanakan rencana transaksi sebesar Rp39,89 triliun.

Pada pos laba/rugi bersih periode 2021 justru diproyeksikan membaik jika dibandingkan tanpa melaksanakan penjualan menara. Di tahun ini, ISAT diprediksi laba mencapai Rp5,32 triliun atau berbanding dari tahun lalu di mana perseroan mencatat rugi bersih Rp675 miliar.

Sedangkan, laba bersih perseroan pada tahun 2022-2025 malah diproyeksikan mengalami penurunan jika dibandingkan tanpa melaksanakan rencana transaksi.

Di mana untuk tahun 2025 laba bersih menurun dari Rp1 triliun menjadi Rp676 miliar, yang berasal dari penurunan pendapatan dan peningkatan biaya operasi.

“Dengan dilaksanakannya rencana transaksi, total aset diproyeksikan mengalami penurunan dari Rp78,60 triliun menjadi sebesar Rp77,57 triliun pada tahun 2025, yang berasal dari penurunan aset tetap bersih.” (SKO)