Ilustrasi asuransi.
IKNB

Industri Asuransi Global Hadapi Hardening Market, AAUI Perkirakan 2025 akan Membaik

  • Budi juga menyebutkan beberapa tantangan lain yang dihadapi industri asuransi, salah satunya adalah meningkatnya jumlah masyarakat yang masuk daftar hitam akibat keterlibatan dalam judi online dan pinjaman online ilegal. Hal ini, menurutnya, berdampak langsung pada penurunan penjualan kendaraan bermotor, yang turut mempengaruhi industri asuransi secara keseluruhan.

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, mengungkapkan pandangannya terkait situasi pasar asuransi menjelang tahun 2025. 

Saat ini, industri asuransi global tengah menghadapi apa yang disebut sebagai hardening market, tetapi ia optimis bahwa situasi ini akan berubah. Menurutnya, ada harapan bahwa pasar asuransi akan kembali ke kondisi yang lebih normal pada tahun mendatang.

“Saya melihat kolega-kolega cukup optimis ketika berdiskusi dengan perusahaan reasuransi, baik dari dalam maupun luar negeri, terkait kondisi tahun 2025. Prediksi saya, situasi tidak akan terus berada dalam fase hardening market,” kata Budi dalam acara Indonesia Rendezvous ke-28 yang berlangsung di Bali beberapa hari lalu. 

Kebijakan Reasuransi dan Perkembangan Pricing

Budi menjelaskan bahwa meskipun optimisme tersebut ada, beberapa kebijakan dari perusahaan reasuransi domestik masih akan berlaku. Hal ini, menurutnya, tidak akan sepenuhnya hilang dalam waktu dekat. Namun, ia menambahkan, harga reasuransi, terutama untuk treaty dan non-proportional, diprediksi akan tetap stabil, tergantung pada hasil kinerja masing-masing perusahaan asuransi.

“Batasan-batasan dari perusahaan reasuransi lokal mungkin masih ada. Tapi, untuk pricing, baik itu treaty maupun non-proportional, sepertinya akan stabil, meskipun kembali bergantung pada hasil operasional tiap perusahaan,” jelas Budi.

Lini Bisnis dengan Pembatasan Ketat

Terkait dengan sektor-sektor yang mengalami pembatasan ketat, Budi menyoroti lini bisnis seperti properti, engineering, dan marine hall. Ia berharap pembatasan yang saat ini diberlakukan pada sektor-sektor tersebut dapat melunak di masa mendatang.

“Yang paling banyak menghadapi pembatasan saat ini adalah properti, engineering, dan marine hall. Kita harap, ke depannya, pembatasan ini bisa sedikit melunak,” tambahnya.

Tantangan Industri Asuransi: Dampak Judi Online dan Pinjaman Online

Budi juga menyebutkan beberapa tantangan lain yang dihadapi industri asuransi, salah satunya adalah meningkatnya jumlah masyarakat yang masuk daftar hitam akibat keterlibatan dalam judi online dan pinjaman online ilegal. Hal ini, menurutnya, berdampak langsung pada penurunan penjualan kendaraan bermotor, yang turut mempengaruhi industri asuransi secara keseluruhan.

Harapan pada Regulasi OJK untuk Memperbaiki Industri Asuransi

Lebih lanjut, Budi menyampaikan harapannya agar regulasi baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat membantu memperbaiki kondisi industri asuransi, khususnya melalui mekanisme risk sharing dengan pihak perbankan. Langkah ini diharapkan mampu mengatasi beberapa tantangan yang ada, sehingga dapat mendorong pertumbuhan industri.

Rendahnya Penetrasi Asuransi di Indonesia dan Tantangan Geografis

Saat ini, tingkat penetrasi asuransi di Indonesia masih tergolong rendah. Data dari Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menunjukkan bahwa penetrasi asuransi hanya mencapai 2,59 persen pada tahun 2023, menurun dari 2,64 persen pada tahun sebelumnya dan 3,23 persen pada tahun 2020.

Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila, menekankan pentingnya memperluas jangkauan asuransi di luar Pulau Jawa. Ia menyebutkan bahwa wilayah-wilayah seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Papua masih memiliki potensi yang besar untuk penetrasi asuransi yang lebih baik.

“Kita tidak boleh hanya fokus pada penetrasi di Jawa. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua sebenarnya memiliki potensi besar yang bisa kita optimalkan,” kata Iwan dalam kesempatan yang sama. 

Peran Digitalisasi dalam Meningkatkan Penetrasi Asuransi

Iwan juga menekankan pentingnya digitalisasi dalam mengatasi tantangan geografis di Indonesia, terutama sebagai negara kepulauan. Ia mendorong perusahaan asuransi untuk terus mengembangkan layanan berbasis digital agar mampu menjangkau wilayah yang lebih luas dengan efisiensi yang lebih baik.

“Digitalisasi bisa membantu menjangkau daerah-daerah yang jauh dan sekaligus mengurangi biaya pemasaran yang tidak perlu. Dengan sistem ini, perusahaan bisa langsung terhubung dengan konsumen,” jelas Iwan.

Selain itu, Iwan menekankan pentingnya menjaga kualitas layanan asuransi melalui agen-agen asuransi yang andal. Ia juga mengajak perusahaan asuransi untuk menciptakan produk-produk asuransi yang sederhana dan mudah diakses oleh masyarakat luas.

Klaim Asuransi yang Sederhana dan Cepat

Salah satu hal yang turut disorot oleh OJK adalah proses klaim asuransi. Iwan menegaskan bahwa kemudahan dalam pemasaran produk secara digital harus diimbangi dengan kemudahan dalam proses klaim. Menurutnya, jika pemasaran asuransi sudah memanfaatkan digitalisasi, maka proses klaim juga harus mengikuti dengan cara yang sama mudahnya.

“Kami ingin agar proses klaim juga semudah pemasaran produk asuransi. Jangan sampai pemasaran sudah digital, tetapi klaimnya masih harus melalui formulir yang rumit dan konvensional,” pungkas Iwan.