Industri Asuransi Jiwa Tetap Optimistis meski Daya Beli Turun karena Kenaikan PPN, Ini Alasannya
- Kenaikan PPN tidak akan berdampak langsung pada industri asuransi jiwa. Hal ini karena produk asuransi merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN.
IKNB
JAKARTA - Pemerintah Indonesia berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dan memperkuat perekonomian nasional. Namun, ada kekhawatiran mengenai dampak kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat yang saat ini telah menunjukkan penurunan. Meski demikian, industri asuransi jiwa optimistis terhadap prospek pertumbuhan di tengah rencana tersebut.
Asuransi Jiwa Tidak Terdampak Langsung PPN
Paul Kartono, Ketua Bidang Bisnis Syariah Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), menyatakan bahwa kenaikan PPN tidak akan berdampak langsung pada industri asuransi jiwa. Hal ini karena produk asuransi merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN.
- Proyek Tangguh UCC Kantongi Keputusan Investasi Rp56,5 Triliun
- Alasan Industri LKM Masih Dibutuhkan di Tengah Disrupsi Fintech Lending
- Sejak Muncul hingga Saat Ini, Pengembalian Investasi Bitcoin Capai 13 Miliar Persen
“Kami masih melihat prospek industri asuransi jiwa pada 2025 sangat positif. Meskipun ada rencana kenaikan PPN, itu tidak memengaruhi sektor ini secara langsung karena jasa asuransi tidak dikenakan pajak tersebut. Kami berharap masyarakat akan lebih mempercayakan perlindungan mereka kepada industri yang bebas PPN daripada sektor yang terkena pajak ini,” ujar Paul dalam konferensi pers paparan kinerja industri asuransi jiwa di Rumah AAJI, Jakarta, Jumat, 29 November 2024.
Menurutnya, keberlanjutan kepercayaan masyarakat pada produk asuransi jiwa akan menjadi faktor kunci untuk menjaga kinerja industri di tengah potensi perubahan daya beli akibat kenaikan PPN.
Kenaikan PPN dan Harapan Perekonomian Lebih Baik
Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, memiliki pandangan strategis terkait dampak kenaikan PPN terhadap perekonomian secara keseluruhan. Ia menekankan bahwa keberhasilan kebijakan ini bergantung pada bagaimana pemerintah memanfaatkan penerimaan pajak yang meningkat.
“Saya membayangkan, jika penerimaan pajak negara benar-benar dialokasikan secara tepat, sektor ekonomi akan bergerak lebih baik. Hal ini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang,” kata Budi.
Lebih lanjut, Budi menyebutkan bahwa dalam tiga hingga lima tahun ke depan, masyarakat yang merasakan manfaat dari kebijakan ini diharapkan memiliki kemampuan lebih baik untuk menyisihkan pendapatan mereka guna membeli produk perlindungan asuransi.
Barang dan Jasa yang Tidak Terkena Kenaikan PPN
Berdasarkan UU HPP tahun 2021 dan PMK No. 116/PMK.010/2017, terdapat jenis barang tertentu yang tidak dikenakan PPN. Barang-barang ini dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Berikut daftar barang dan jasa yang dibebaskan dari PPN 12%:
1. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman, baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
2. Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.
3. Beras dan gabah berkulit, dikuliti, disosoh atau dikilapkan maupun tidak, setengah giling atau digiling semua, pecah, menir, salin yang cocok untuk disemai.
4. Jagung dikupas maupun belum, termasuk pipilan, pecah, menir, tidak termasuk bibit.
5. Sagu berupa empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung bubuk dan tepung kasar.
6. Kedelai berkulit, utuh dan pecah, selain benih.
7. Garam konsumsi beryodium atau tidak, termasuk garam meja dan garam didenaturasi untuk konsumsi atau kebutuhan pokok.
8. Daging segar dari hewan ternak dan unggas dengan/tanpa tulang yang tanpa diolah, dibekukan, dikapur, didinginkan, digarami, diasamkan, atau diawetkan dengan cara lain.
9. Telur tidak diolah, diasinkan, dibersihkan, atau diawetkan, tidak termasuk bibit.
10. Susu perah yang melalui proses dipanaskan atau didinginkan serta tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya.
11. Buah-buahan segar yang dipetik dan melalui proses dicuci, dikupas, disortasi, dipotong, diiris, digrading, selain dikeringkan.
12. Sayur-sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dibekukan, disimpan dalam suhu rendah, atau dicacah.
13. Ubi-ubian segar, melalui proses dicuci, dikupas, disortasi, diiris, dipotong, atau degrading.
14. Bumbu-bumbuan segar, dikeringkan, dan tidak dihancurkan atau ditumbuk.
15. Gula konsumsi kristal putih asal tebu untuk konsumsi tanpa tambahan bahan pewarna atau perasa.
16. Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
17. Jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
18. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan aktivitas pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain.
19. Jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik atau pengusaha pengelola tempat parkir, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
20. Jasa boga atau katering, meliputi semua aktivitas pelayanan penyediaan makanan dan minuman, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
21. Jasa pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang berada dalam sistem program jaminan kesehatan nasional (JKN).
22. Jasa angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri.
23. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
24. Jasa pelayanan sosial.
25. Jasa keuangan.
26. Jasa asuransi.
27. Jasa pendidikan.
28. Jasa tenaga kerja.
- Saham LQ45 Ditutup Melesat, BRIS dan GOTO Perkasa
- 9 Rekomendasi Film Indonesia Tayang di Bioskop Bulan Desember 2024
- Kinerja Semester I-2024 Memukau, MR DIY Mau IPO Rp4,7 Triliun
Barang dan Jasa yang Terkena Kenaikan PPN 2025
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah, PPN diterapkan pada jenis barang dan jasa berikut:
1. Penyerahan barang kena pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Termasuk semua barang seperti pakaian, sepatu, alat elektronik rumah tangga, kosmetik, sabun, shampoo, skincare, pembersih lantai, penyemprot anti nyamuk, dan lain sebagainya.
2. Impor barang kena pajak seperti barang impor mulai dari peralatan dapur, alat elektronik, barang otomotif, sampai baju anak, dan lain sebagainya.
3. Penyerahan jasa kena pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Seperti jasa salon, perawatan di klinik kecantikan, bengkel mobil, juga jasa-jasa lain di luar daftar yang dikecualikan (jasa keagamaan, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa boga dan katering, jasa penyediaan tempat parkir dan jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum).
4. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Dalam kaitan itu, layanan streaming seperti Netflix, Disney Hotstar, Spotify, layanan hosting dan domain, dan lain sebagainya berpotensi terdampak.
5. Ekspor barang kena pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak (PKP).
6. Ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak.
7. Ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.