Seorang Pekerja Memegang Sampel Uang Kertas Yen Jepang
Dunia

Industri Bergejolak, Jepang Catat Defisit Perdagangan pada Mei 2024

  • Diketahui jepang telah mengalami defisit perdagangan selama dua bulan berturut-turut

Dunia

Muhammad Imam Hatami

TOKYO - Pemerintah Jepang melaporkan defisit perdagangan sebesar 1.221,3 miliar Yen atau sekitar Rp125,45 triliun (kurs Rp102) pada Mei 2024.

Defisit ini terutama disebabkan oleh lonjakan impor minyak mentah, yang diperparah oleh kenaikan harga bahan mentah di pasar global dan pelemahan nilai tukar Yen.

"Defisit perdagangan yang berkelanjutan ini tentu menjadi perhatian serius bagi pemerintah Jepang, Pelemahan yen memang dapat mendorong ekspor, tetapi juga membuat impor menjadi lebih mahal, terutama untuk sumber daya energi yang sangat dibutuhkan industri domestik," ujar seorang analis ekonomi di Tokyo dilansir Japan News, Kamis, 27 Juli 2024.

Diketahui jepang telah mengalami defisit perdagangan selama dua bulan berturut-turut. Jepang mencatat neraca perdagangan negatif yang menjadi indikator adanya tekanan berkelanjutan pada ekonomi negara tersebut. 

Bea Cukai Jepang juga melaporkan meningkatnya nilai impor sebesar 9,5% menjadi 9.497,9 miliar Yen atau sekitar Rp975,9 triliun. Kenaikan impor terbesar terjadi di sektor perdagangan minyak mentah, utamanya yang berasal dari Uni Emirat Arab.

Di sisi lain, Nilai ekspor Jepang juga menunjukkan pertumbuhan yang kuat, naik 13,5% menjadi 8.276,6 miliar Yen atau sekitar Rp850,4 triliun. Peningkatan ekspor terutama didorong oleh tingginya pengiriman mobil dan peralatan manufaktur semikonduktor produksi dalam negeri ke pasar global.

Di tingkat regional Asia Timur, Jepang masih menikmati surplus perdagangan dengan Amerika Serikat dibandingkan negara tetangga lainya. Namun, negara ini mengalami defisit dalam perdagangan dengan daratan China, diketahui China merupakan salah satu mitra dagang utama Jepang.

Situasi ini berpotensi memberikan tekanan tambahan pada perekonomian Jepang. Harga sumber daya yang tinggi dapat memicu inflasi, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi daya beli konsumen dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

Menghadapi tantangan ini, pemerintah Jepang diperkirakan akan mengambil langkah-langkah untuk menyeimbangkan kembali neraca perdagangan. 

"Kami sedang mengevaluasi berbagai opsi kebijakan untuk mengatasi situasi ini," kata juru bicara Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu, pelaku bisnis dan investor terus memantau perkembangan situasi ini dengan seksama. Fluktuasi harga energi global dan dinamika nilai tukar mata uang akan menjadi faktor kunci yang mempengaruhi kinerja perdagangan Jepang dalam beberapa bulan mendatang.