Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual APBN Kita Juli 2024 di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2024.
Infrastruktur

Industri Manufaktur Diselamatkan Kebutuhan Domestik

  • Meskipun sejumlah subsektor mengalami kontraksi, permintaan domestik yang kuat di beberapa industri utama berhasil mendorong kinerja sektor ini.

Infrastruktur

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA – Pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia menunjukkan performa yang cukup solid pada kuartal II-2024. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap pertumbuhan tahunan (yoy) periode ini mencapai 3,95%. 

Meskipun sejumlah subsektor mengalami kontraksi, permintaan domestik yang kuat di beberapa industri utama berhasil mendorong kinerja sektor ini. “Jadi domestic demand kita menjadi support", papar Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa bulan Agustus 2024, di Jakarta.

Sub-Sektor Penopang Utama

Industri logam dasar menjadi penopang utama, dengan pertumbuhan mencapai 18,1% (yoy). Hal ini didorong oleh peningkatan permintaan untuk produk logam dalam negeri, seiring dengan proyek-proyek infrastruktur yang terus berlanjut. 

Sementara itu, industri farmasi dan kimia juga mencatat pertumbuhan yang signifikan sebesar 8,0% (yoy), didorong oleh permintaan produk kesehatan yang terus meningkat. 

Industri makanan dan minuman, yang selalu menjadi andalan sektor manufaktur Indonesia, juga mencatat pertumbuhan sebesar 5,5% (yoy), dipicu oleh peningkatan konsumsi rumah tangga.

Namun, Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juli 2024 menunjukkan adanya penurunan ke zona kontraksi di angka 49,3, turun dari sebelumnya 50,7, artinya terdapat  penurunan aktivitas manufaktur, meskipun masih ada subsektor yang tumbuh.

Industri yang Memerlukan Dorongan

Beberapa subsektor menghadapi tantangan yang cukup berat. Industri mesin mengalami kontraksi sebesar minus 1,8%, sedangkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) stagnan dengan pertumbuhan minus 0,0%. 

Industri alas kaki hanya tumbuh 1,9%, mengindikasikan perlambatan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Industri lain juga tumbuh tipis sebesar 2,1%.

Penurunan kinerja beberapa industri ini terutama disebabkan oleh menurunnya permintaan ekspor dan peningkatan persaingan dari produk impor.

“Mungkin demand-nya masih memadai tapi karena kompetisi dari impor,” jelas Sri Mulyani.

 Kondisi ini memaksa para pelaku industri untuk lebih berinovasi dan meningkatkan efisiensi produksi agar tetap dapat bersaing di pasar global.

“Ini menggambarkan area manufaktur yang sedang mengalami tekanan, entah itu tekanan karena saingan barang impor. Oleh karena itu menteri terkait, mereka kan melakukan langkah-langkah nanti dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan entah itu menggunakan Bea Masuk, entah pake cara tarif maupun cara yang lain," tambah Sri Mulyani.

Kebijakan Pemerintah untuk Pemulihan

Untuk mendukung pemulihan kinerja industri manufaktur, pemerintah telah menyiapkan bauran kebijakan nasional. Beberapa langkah yang akan diambil antara lain adalah penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan, pemberian fasilitas atau tax allowance, serta tax holiday bagi industri-industri yang membutuhkan dukungan lebih untuk bertahan dan tumbuh. 

Pemerintah berharap, dengan adanya kebijakan-kebijakan ini, industri manufaktur Indonesia dapat kembali bangkit dan menjadi penopang utama perekonomian nasional.

Sektor manufaktur Indonesia masih memiliki potensi yang besar, namun diperlukan langkah-langkah strategis untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi. Dukungan pemerintah serta inovasi dari pelaku industri menjadi kunci untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan di masa depan.