Ilustrasi industrasi reasuransi.
IKNB

Industri Reasuransi Tertekan Hardening Market, Ada yang RBC-nya Minus

  • Menurut Ogi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, perusahaan asuransi atau reasuransi dengan RBC di bawah ambang minimum diwajibkan untuk menyusun Rencana Penyehatan Keuangan (RPK).

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada perusahaan reasuransi yang dikenakan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) meskipun salah satu perusahaan tercatat memiliki Risk-Based Capital (RBC) yang berada di bawah ketentuan minimum. 

Hal ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, dalam keterangannya terbaru.  

Menurut Ogi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, perusahaan asuransi atau reasuransi dengan RBC di bawah ambang minimum diwajibkan untuk menyusun Rencana Penyehatan Keuangan (RPK). 

“Sanksi akan dikenakan berdasarkan ketentuan yang berlaku, dan jika ada perusahaan yang dikenakan PKU, informasi tersebut akan diumumkan kepada publik sebagai langkah perlindungan terhadap masyarakat luas,” jelasnya melalui jawaban tertulis, dikutip Rabu, 18 Desember 2024. 

Hingga kini, OJK belum mengumumkan adanya sanksi PKU terhadap perusahaan reasuransi mana pun, meskipun salah satu perusahaan dalam laporan keuangan terakhir diketahui memiliki RBC yang minus.  

Dampak Terhadap Hardening Market Pasar Reasuransi 

Meski belum ada sanksi PKU, isu RBC minus ini memunculkan pertanyaan terkait pengaruhnya terhadap hardening market di pasar reasuransi dalam negeri. Hardening market sendiri mengacu pada kondisi pasar dengan premi tinggi akibat kapasitas reasuransi yang terbatas.  

Ogi menegaskan bahwa OJK terus memantau situasi ini dan berupaya mendorong perusahaan reasuransi untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam menghadapi risiko-risiko besar. 

“Kami mendorong penambahan modal, diversifikasi risiko, dan optimalisasi investasi sebagai langkah strategis,” ujarnya.  

RBC Asuransi: Pengertian dan Pentingnya 

Risk-Based Capital (RBC) adalah suatu indikator keuangan yang digunakan untuk mengukur kecukupan modal sebuah perusahaan asuransi atau reasuransi dalam menghadapi risiko-risiko yang mungkin terjadi. Konsep RBC menilai apakah modal yang dimiliki perusahaan cukup untuk menutupi eksposur risiko yang mereka tanggung, seperti risiko underwriting, risiko investasi, risiko operasional, dan risiko lainnya.  

Pengertian RBC dalam Asuransi 

Secara sederhana, RBC merupakan perhitungan yang membandingkan modal aktual perusahaan dengan modal minimum yang diperlukan berdasarkan tingkat risiko yang dihadapi perusahaan tersebut.  

Rumus dasar RBC:  
RBC (%) = Modal Aktual ÷ Modal Minimum Berdasarkan Risiko × 100% 

Jika hasil RBC suatu perusahaan di bawah batas minimum yang telah ditentukan oleh regulator (di Indonesia, batas minimum RBC adalah 120%), maka perusahaan tersebut dianggap tidak sehat secara keuangan.  

Pentingnya RBC bagi Industri Asuransi

1. Menjaga Stabilitas Keuangan 

RBC memastikan bahwa perusahaan asuransi memiliki modal yang memadai untuk menghadapi risiko-risiko yang timbul dari aktivitas bisnisnya. Hal ini penting untuk melindungi pemegang polis dan memastikan kewajiban dapat dipenuhi.  

2. Alat Pengawasan Regulator

Regulator, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia, menggunakan RBC untuk menilai kesehatan keuangan perusahaan asuransi. Jika RBC di bawah ambang batas, perusahaan diwajibkan menyusun Rencana Penyehatan Keuangan (RPK).  

3. Meningkatkan Kepercayaan Publik  

RBC membantu menciptakan transparansi di industri asuransi. Pemegang polis dapat merasa lebih aman jika perusahaan asuransi memiliki RBC yang sesuai dengan ketentuan.  

Faktor yang Mempengaruhi RBC 

1. Risiko Underwriting  
Risiko terkait klaim asuransi yang lebih tinggi dari yang diantisipasi.  

2. Risiko Investasi  
Risiko kerugian dari investasi yang dilakukan oleh perusahaan.  

3. Risiko Kredit
Risiko gagal bayar dari pihak yang memiliki kewajiban kepada perusahaan asuransi. 

4. Risiko Operasional
Risiko yang timbul dari kesalahan internal atau gangguan operasional.  

Ketentuan RBC di Indonesia 

Di Indonesia, OJK menetapkan batas minimum RBC sebesar 120%. Artinya, modal yang dimiliki perusahaan asuransi harus setidaknya 120% dari modal minimum berdasarkan risiko yang dihitung. Jika perusahaan tidak memenuhi ketentuan ini, mereka harus:  
1. Menyusun Rencana Penyehatan Keuangan.  
2. Menghadapi pengawasan ketat dari OJK.  
3. Berpotensi dikenakan sanksi, termasuk pembatasan kegiatan usaha (PKU). 

Pasar Reasuransi Global dan Dampaknya pada Industri Asuransi Indonesia 

Pasar reasuransi global saat ini berada dalam kondisi hardening market yang belum menunjukkan tanda-tanda pelonggaran. Hal ini memberikan dampak signifikan pada perusahaan asuransi di Indonesia, terutama dalam memenuhi kebutuhan pertanggungan ulang dari reasuransi global.  

OJK melihat tantangan ini sebagai kesempatan untuk meningkatkan daya saing industri asuransi nasional. Salah satu langkah yang dilakukan adalah mendorong perusahaan asuransi dan reasuransi di Indonesia untuk meningkatkan kapasitas internal mereka. 

“Dengan pertumbuhan pasar asuransi nasional, perusahaan harus siap menghadapi risiko-risiko yang lebih besar,” tambah Ogi.  

Upaya OJK Mengatasi Hardening Market  

Ogi juga menyebutkan bahwa OJK terus melakukan pendampingan kepada perusahaan asuransi dan reasuransi, terutama dalam hal manajemen risiko. Selain itu, OJK menjalin komunikasi dengan berbagai pihak, termasuk reasuransi global, untuk mencari solusi atas permasalahan tingginya harga premi akibat kondisi hardening market.  

“Komunikasi dengan pihak reasuransi global dilakukan untuk mengurangi tekanan harga premi yang dirasakan oleh industri asuransi nasional. Kami ingin memastikan bahwa industri ini tetap mampu memenuhi kebutuhan masyarakat,” jelasnya.  

Kesimpulan 

Dengan mengutamakan peningkatan kapasitas perusahaan asuransi dan reasuransi melalui penambahan modal serta pengelolaan risiko yang baik, OJK optimistis industri asuransi Indonesia mampu menghadapi tekanan dari pasar global yang belum membaik.  

Hingga saat ini, OJK memastikan bahwa tidak ada perusahaan reasuransi yang dikenakan sanksi PKU. Namun, pengawasan ketat dan langkah-langkah perbaikan terus dilakukan untuk menjaga kepercayaan publik dan keberlanjutan industri.