Kantor Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Industri

Industri Tekstil Lesu, Ini Dampaknya ke Sritex (SRIL)

  • PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang disebut salah satu raksasa pertekstilan dalam negeri melaporkan perusahaan juga turut merasakan dampak penurunan permintaan tekstil dan produk tekstil (TPT) baik di pasar global maupun nasional.
Industri
Debrinata Rizky

Debrinata Rizky

Author

JAKARTA - PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang disebut salah satu raksasa pertekstilan dalam negeri melaporkan perusahaan juga turut merasakan dampak penurunan permintaan tekstil dan produk tekstil (TPT) baik di pasar global maupun nasional.

Sekretaris Perusahaan Sritex Welly Salam menyebut, di tingkat global, Sritex melaporkan adanya penurunan penjualan yang hampir merata baik di kawasan Eropa, Asia, Amerika Serikat (AS), Amerika Latin, Uni Emirat Arab (UEA), dan Afrika.

Selain itu, dampak makro ekonomi seperti suku bunga, inflasi yang tinggi, serta kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina serta perang Israel-Palestina menyebabkan penurunan tingkat permintaan dimana masyarakat global lebih mengutamakan uangnya untuk kebutuhan pangan dan energi.

"Perseroan melakukan perubahan strategi untuk memperbesar porsi penjualan domestik tetapi hal ini terganggu dengan maraknya kegiatan impor pakaian illegal yang secara harga akan menjadi lebih murah dikarenakan tidak membayar pajak seperti halnya Perusahaan domestic yang taat membayar pajak sesuai aturan yang ada," katanya melalui keterangan resmi pada Selasa, 25 Juni 2024.

Selain itu, jalur pengiriman barang tekstil yang ditempuh guna menghindari konflik Terusan Suez juga menjadi tantangan bagi produsen tekstil ini.

Bahkan perseroan menyebut tahun 2024 inflasi global diperkirakan masih belum akan kembali ke periode pre COVID-19 dan perekonomian global diperkirakan masih mengalami tekanan begitu pula dengan situasi geopolitik belum akan membaik. 
Untuk diketahui, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2024, SRIL melaporkan penjualan konsolidasi senilai US$325 juta dan rugi bersih sebesar US$174,8 juta pada 2023.

Terlebih, penjualan mengalami penurunan sebesar 38% dibandingkan dengan 2022, sedangkan rugi bersih diklaim mengalami perbaikan cukup signifikan sebesar 44% dibandingkan dengaan rugi bersih 2022 yang tercatat sebesar US$395,6 juta.

Profil Sritex

Sritex didirikan oleh H.M Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo pada 1966, awalnya membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna di Solo.

Pada 1978, nama dan badan usaha UD Sri Redjeki diubah menjadi PT Sri Rejeki Isman yang terdaftar dalam Kementrian Perdagangan sebagai perseroan terbatas. PT Sri Rejeki Isman mengembangkan usaha dengan mendirikan pabrik penenunan pertamanya pada 1982.

Perusahaan ini pada 1984 dipercaya untuk memproduksi seragam militer pasukan militer NATO dan militer Jerman. Pada 1992, Sritex memperluas pabriknya, sehingga dapat menampung empat lini produksi sekaligus, yakni pemintalan, penenunan, penyelesaian, dan garmen.

Saat ini Sritex sendiri merupakan sebuah perusahaan tekstil yang berkantor pusat di Sukoharjo, Jawa Tengah.