Inflasi Pangan Merangkak, Kredit UMKM Semakin Macet
- gross untuk UMKM pada April 2024 tercatat sebesar 4,26%, naik dari 3,98% pada Maret lalu.
Perbankan
JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyoroti peningkatan risiko kredit khususnya di segmen kecil dan mikro, terutama dengan adanya inflasi pangan yang kian merangkak.
Peningkatan ini didorong oleh dua faktor utama, yang pertama segmen tersebut belum sepenuhnya pulih pasca berakhirnya relaksasi restrukturisasi akibat pandemi COVID-19, dan yang kedua adalah kenaikan inflasi pangan secara global.
“Namun demikian perbankan telah melakukan langkah antisipatif melalui pembentukan pencadangan yang memadai, termasuk penghapusbukuan dalam rangka menata kembali neraca bank,” papar Mahendra dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) yang diselenggarakan secara virtual, Senin, 10 Juni 2024.
Dengan langkah-langkah antisipatif ini, Mahendra optimis bahwa risiko kredit di segmen kecil dan mikro akan tetap terjaga, dan perbankan dapat terus tumbuh secara berkelanjutan. OJK juga akan terus memantau manajemen risiko dan kehati-hatian dalam pemberian kredit.
- Lovely Runner Berakhir, Inilah Rekomendasi Drakor Romantis Fantasi yang Wajib Ditonton
- Gurita Bisnis Peter Sondakh, Ayah dari Crazy Rich Singapura
- Penjualan Premi via Keagenan Masih Anjlok, Industri Tegaskan Tak Akan Kurangi Jumlah Agen
Kualitas Kredit UMKM
Kualitas kredit perbankan secara keseluruhan per-April 2024 digambarkan dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,33% dan NPL net sebesar 0,81%.
Namun, NPL gross untuk UMKM pada April 2024 tercatat sebesar 4,26%, naik dari 3,98% pada Maret lalu. Dikatakan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, peningkatan ini terutama disebabkan oleh kenaikan NPL pada segmen kredit kecil dan mikro yang mencapai 3,89% pada April 2024, naik dari 3,65% di bulan sebelumnya.
“Walau demikian, perbankan tetap mengantisipasi kenaikan NPL UMKM dengan membentuk CKPN UMKM sebesar Rp85,5 triliun , dan perbandingan antara CKPN terhadap total NPL UMKM mencapai 137,37%,” ungkap Dian dalam kesempatan yang sama.
Baca Juga: Ternyata Dua Faktor Ini yang Buat KUR Belum Banyak Diserap UMKM
Inflasi Pangan
Bank Indonesia (BI) mencatat Inflasi pada kelompok volatile food mengalami peningkatan. Pada Maret 2024, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 2,16% secara bulanan, naik dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 1,53%. Kenaikan inflasi tersebut terutama didorong oleh peningkatan harga telur ayam ras, daging ayam ras, dan beras.
Kenaikan harga beras ini dipengaruhi oleh faktor musiman seperti Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan perubahan musim tanam akibat dampak El-Nino.
Namun, kenaikan inflasi ini sedikit tertahan oleh penurunan harga komoditas cabai merah dan tomat. Secara tahunan, inflasi kelompok volatile food mencapai 10,33% yoy, meningkat dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 8,47% yoy.
BI memperkirakan bahwa ke depan, inflasi kelompok ini diperkirakan akan menurun dengan masuknya musim panen dan sinergi pengendalian inflasi melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah, mendukung upaya menjaga stabilitas harga.
Kinerja Industri Perbankan Secara Keseluruhan
Dian dalam paparannya mengungkapkan bahwa kinerja industri perbankan hingga April 2024 tetap resilien dan stabil.
Hal ini didukung oleh tingkat profitabilitas atau Return on Assets (ROA) sebesar 2,51%, sedikit turun dari 2,62% pada Maret lalu. Net Interest Margin (NIM) juga mengalami sedikit penurunan dari 4,96% pada Maret menjadi 4,56%.
Permodalan perbankan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) tetap tinggi pada angka 25,99%, naik sedikit dari 25,96% di bulan sebelumnya. Dian menjelaskan bahwa permodalan yang kuat ini merupakan bantalan mitigasi risiko yang sangat solid di tengah kondisi ketidakpastian global.
- Saham Big 4 Banks Dihampiri Sentimen Positif, Apakah Bakal Rebound?
- Menilik Arah Muhammadiyah Soal Jatah Tambang
- Duduk Perkara Muhammadiyah Tarik Dana dari Bank Syariah Indonesia
Pada sisi kinerja intermediasi, kredit perbankan mencatat pertumbuhan double digit sebesar 13,09% pada April 2024, mencapai Rp 7.310,7 triliun. Pertumbuhan kredit ini menunjukkan dukungan dan komitmen perbankan yang tinggi dalam menumbuhkan perekonomian nasional.
Selain itu, dana pihak ketiga (DPK) juga tumbuh positif sebesar 8,21%, meningkat dari 7,44% di bulan sebelumnya, menjadi Rp 8.653 triliun. Giro menjadi kontributor terbesar dengan pertumbuhan 11,81%.
Dian juga menekankan bahwa likuiditas perbankan pada April 2024 tetap memadai. Rasio alat likuid terhadap non-core deposit dan alat likuid terhadap DPK masing-masing sebesar 113,9% dan 25,6%, jauh di atas threshold 50% dan 10%.
Kondisi likuiditas ini cukup baik di tengah ketatnya likuiditas global akibat kebijakan bank sentral AS yang menerapkan suku bunga tinggi dalam jangka waktu yang lama.