<p>Konferensi Pers Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI), 16 Mei 2019/ Facebook @afpi.fintech</p>
Industri

Ingat, Fintech Resmi Hanya Izin Akses Kamera, Mikrofon, dan Lokasi Peminjam

  • JAKARTA—Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan penawaran pinjaman dari fintech peer-to-peer (P2P) lending ilegal. Wakil Ketua Umum AFPI, Sunu Widyatmoko, mengatakan bahwa fintech P2P lending legal atau anggota AFPI hanya boleh mengakses data peminjam berupa kamera, mikrofon, dan lokasi. Dia menyingkatnya dengan CAMILAN (camera, microfone dan location). […]

Industri
Khoirul Anam

Khoirul Anam

Author

JAKARTA—Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan penawaran pinjaman dari fintech peer-to-peer (P2P) lending ilegal.

Wakil Ketua Umum AFPI, Sunu Widyatmoko, mengatakan bahwa fintech P2P lending legal atau anggota AFPI hanya boleh mengakses data peminjam berupa kamera, mikrofon, dan lokasi. Dia menyingkatnya dengan CAMILAN (camera, microfone dan location).

Lebih lanjut, dia mengatakan, AFPI memberikan perhatian besar terhadap adanya undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).  Adapun, sejauh ini, AFPI menggunakan pusat data fintech atau fintech data center (FDC) yang bermanfaat untuk meminimalisasi penyalahgunaan data konsumen.

“AFPI ingin meminimalisir tingkat fraud dan mencegah efek negatif dari industri ini, dan saat ini AFPI telah memiliki FDC serta code of conduct atau kode etik yang mengatur semua anggota,” lanjut Sunu dalam keterangan resmi, Senin, 13 Juli 2020.

Selain itu, kata Sunu, pihaknya secara konsisten memberikan edukasi kepada masyarakat untuk tidak meminjam pada fintech P2P lending ilegal. Menurut dia, fintech P2P lending ilegal ini tidak memberikan perlindungan kepada nasabah karena tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Di masa pandemi COVID-19 ini, tingkat kebutuhan dana masyarakat semakin meningkat. Inilah yang dimanfaatkan pelaku fintech ilegal yang mengiming-imingi pinjaman dengan syarat-syarat yang sangat mudah. Namun, ujung-ujungnya akan merugikan masyarakat karena fintech ilegal ini sering menyalahgunakan data-data peminjamnya,” ujarnya.

Pastikan Pihak Pemberi Pinjaman Online

Sementara itu, Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI, Tumbur Pardede, mengingatkan, masyarakat untuk memastikan pihak yang menawarkan pinjaman online memiliki perizinan dari otoritas berwenang. Sebelum melakukan pinjaman, masyarakat perlu memastikan

“Cek dahulu legalitasnya sebelum menggunakan jasa fintech P2P lending. Yang legal itu harus terdaftar di OJK dan sudah menjadi anggota AFPI,” ungkap dia.

Dia juga menegaskan bahwa AFPI sebagai asosiasi resmi dan mitra OJK memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi. Sanksi diberikan kepada anggota AFPI ketika terbukti melanggar aturan dan kode etik.

Sebagai informasi, sebanyak 105 fintech P2P lending berhasil dibongkar berdasarkan penemuan Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK sepanjang Juni lalu.  Fintech P2P lending ilegal tersebut menawarkan pinjaman ke masyarakat melalui aplikasi dan pesan singkat di telepon genggam.

Diketahui total fintech P2P lending ilegal yang telah ditangani SWI sejak tahun 2018 sebanyak 2.591 entitas.