<p>Mendikbud Nadiem Makarim / Dok. Tren Asia</p>
Nasional

Ingin Belajar Tatap Muka, Sekolah Harus Penuhi Tiga Kriteria

  • JAKARTA-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tetap akan memulai tahun ajaran baru 2020-2021 pada Juli mendatang. Namun, terdapat tiga kategori untuk sekolah yang diperbolehkan melaksanakan belajar tatap muka atau secara langsung. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan kriterian tersebut meliputi wilayah kabupaten/kota harus berstatus zona hijau, Pemerintah Daerah (Pemda) wilayahnya memberikan izin. Ketiga, lanjut […]

Nasional
wahyudatun nisa

wahyudatun nisa

Author

JAKARTA-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tetap akan memulai tahun ajaran baru 2020-2021 pada Juli mendatang. Namun, terdapat tiga kategori untuk sekolah yang diperbolehkan melaksanakan belajar tatap muka atau secara langsung.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan kriterian tersebut meliputi wilayah kabupaten/kota harus berstatus zona hijau, Pemerintah Daerah (Pemda) wilayahnya memberikan izin.

Ketiga, lanjut Nadiem, satuan pendidikan atau sekolahnya telah memenuhi ceklis persiapan pembelajaran tatap muka dari Kemendikbud.

“Ada satu lagi yang harus dipenuhi yaitu orang tua murid pun harus setuju untuk anaknya pergi ke sekolah. Misalnya, ketiga kriteria itu sudah terpenuhi namun sekolah tidak bisa memaksa murid yang orang tuanya tidak memperkenankan anaknya untuk sekolah,” kata Nadiem di Jakarta, Senin, 16 Juni 2020.

Nadiem menyebutkan untuk zona kuning, orange, dan merah dilarang melakukan pembelajaran tatap muka. Saat ini, ada 94 persen wilayah atau sebanyak 429 kabupaten/kota yang masih berada pada zona tersebut.

Dia menjelaskan presentase itu juga mereprensentasikan jumlah peserta didik yang tidak diperkenankan untuk melakukan pembelajaran tatap muka, jadi masih belajar dari rumah.

“Sementara yang 6 persen yaitu zona hijau atau sebanyak 85 kabupaten/kota, itulah yang kami perbolehkan untuk pemerintah daerahnya melakukan pembelajaran tatap muka tetapi dengan protokol yang sangat ketat,” jelas Nadiem.

Nadiem memaparkan, untuk tahap pertama pelaksanaan pembelajaran tatap muka pada masa transisi yaitu hanya SMA, MA, SMK, MAK, SMP, dan MTs. Tahap kedua dilaksanakan dua bulan setelah tahap pertama yaitu SD, MI, Paket A, dan SLB.

Selanjutnya, tahap ketiga dilaksanakan dua bulan setelah tahap kedua yaitu PAUD formal meliputi TK, RA, TKLB, dan PAUD non formal.

“Ini cara yang paling pelan dan bertahap untuk memastikan keamanan murid dan guru. Jenjang yang paling bawah kita terakhirkan karena bagi mereka itu lebih sulit lagi untuk melakukan social distancing,” tuturnya.

Berubah Zona

Jika ketika pembelajaran tatap muka dibuka kembali pada zona hijau, kemudian zona hijau tersebut berubah menjadi kuning, maka satuan pendidikan atau sekolah wajib ditutup kembali dan proses ini diulang lagi dari nol.

Terkait ceklis sebelum sekolah bisa memulai pendidikan tatap muka, kata Nadiem, pertama ketersediaan saran sanitasi dan kebersihan, seperti toilet, sarana cuci tangan, dan hand sanitizer. Kedua, ada akses ke fasilitas layanan kesehatan di sekitarnya. Ketiga wajib memakai masker dan kelima wajib menyediakan thermogun atau alat pengukur suhu.

“Kelima adalah beberapa aturan atau protokol kesehatan mengenai apabila ada peserta didik yang memiliki kondisi medis atau sedang sakit itu tidak diperkenankan untuk masuk sekolah. Terakhir, harus ada kesepakatan dengan komite satuan pendidikan untuk melakukan pembelajaran tatap muka,” terangnya.

Pada saat nanti pembukaan sekolah di zona hijau, kata Nadiem, selama dua bulan pertama ada berbagai macam restruksi yang akan dilakukan Kemendikbud antara lain pembatasan kapasitas peserta didik dalam satu kelas maksimal 50% atau yang semula 28-30 anak menjadi 18 anak per kelas pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

“Jadi secara otomatis sekolah harus melakukan proses shifting. Dan kami memberikan kebebasan untuk shifting tersebut, misalnya shifting harian, mingguan, angakatan. Tapi dipastikan hanya boleh 18 peserta didik dalam satu kelas,” tegas Nadiem.

Nadiem menuturkan untuk SLB maksimal lima anak per kelas dengan tetap menjaga jarak 1,5 meter. Untuk PAUD maksimal 5 anak per kelas dengan jaga jarak 3 meter.

“Pada saat masa transisi ini, semua aktifitas dimana semua anak bercampur dan berinteraksi antar kelas itu tidak diperbolehkan. Seperti kantin, kegiatan olahraga, dan ekstrakulikuler,” ujarnya.

Sementara itu, tutur Nadiem, untuk pendidikan tinggi, tahun akademik tetap dimulai bulan Agustus 2020 dengan pembelajaran jarak jauh atau daring bagi semua zona termasuk zona hijau. Sebab, universitas punya potensi mengadopsi pembelajaran jarak jauh lebih mudah dari pada pendidikan menengah dan dasar.

Kendati demikian, sebut Nadiem, akan ada aktifitas prioritas yaitu aktifitas aktifitas yang sangat berhubungan dengan kelulusan mahasiswa dan sulit sekali dilakuan secara daring. Contohnya penelitian di laboraturium, studio, praktikum, bengkel, dan sebagainya.

“Kenapa kami perbolehkan, karena kami tidak ingin mengorbankan potensi dari pada setiap mahasiswa untuk lulus saat ini, karena itu akan menimbulkan berbagai macam masalah lainnya,” ungkap Nadiem.